Senin, 27 April 2015

Perkonomian Indonesia 1997-1998 & 2015


1997-1998
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Krisis moneter adalah anjloknya perekonomian suatu negara yang disebabkan oleh hancurnya suatu sistem pemerintahan yang berdampak besar terhadap suatu negara. Indonesia selama perkembangannya telah mengalami beberapa fase pemerintahan. Sebagai negara berkembang, Indonesia sudah sering mengalami krisis moneter. Krisis moneter yang paling parah terjadi pada pertengahan tahun 1997, berawal dari melemahnya mata uang Thailand baht terhadap dollar AS. Pada tanggal 14 dan 15 Mei 1997, nilai tukar baht terhadap dollar AS mengalami gocangan akibat para investor asing mengambil keputusan jual karena tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian dan ketidakstabilan politik negara Thailand. Sehingga pada tanggal 2 Juli 1997, bank sentral Thailand mengumumkan bahwa nilai tukar baht dibebaskan dari ikatan dollar AS dan meminta bantuan IMF (International Monetary Fund). Pengumuman ini menyebabkan nilai baht terdepresiasi hingga mencapai nilai terendah, yakni 28,20 baht per dollar AS yang menyebabkan nilai dollar menguat, yang kemudian berimbas ke rupiah Indonesia.
Sebenarnya krisis yang terjadi di Indonesia bukan hanya karena dipicu oleh melemahnya nilai mata uang Thailand baht terhadap dollar AS saja, tetapi juga disebabkan oleh sistem ekonomi yang dijalankan oleh pemerintah pada saat itu. Sebelumnya krisis yang terjadi di negara-negara Asia seperti Thailand, Korea Selatan dan Indonesia sudah dapat diramalkan walaupun waktunya tidak dapat dipastikan. Hal ini terlihat dari defisit neraca yang terlalu besar dan terus meningkat pada setiap tahunnya. Selama pemerintahan Presiden Soeharto (Orde Baru), Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, dengan kembali membaiknya hubungan politik dengan negara-negara Barat dan adanya kesungguhan pemerintah untuk melakukan rekontruksi dan pembangunan ekonomi, maka arus modal mulai masuk kembali ke Indonesia.
            Namun disamping kelebihan-kelebihan tersebut, terdapat kekurangan pada masa pemerintahan Orde Baru. Melaui kebijakan-kebijakannya Indonesia memang mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, namun dengan biaya yang sangat mahal dan fundamental ekonomi yang rapuh. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia mengalami krisis ekonomi yang diawali dengan krisis pertukaran mata uang terhadap dollar AS. Kecenderungan melemahnya mata uang rupiah semakin menjadi ketika terjadinya aksi mahasiswa pada tanggal 12 Mei 1998 yang dikenal dengan Tragedi Trisakti.
            Akibat krisis moneter yang melanda Indonesia, akhirnya Presiden Soeharto dipaksa mundur dari jabatannya pada tahun 1998, yang kemudian digantikan posisinya oleh Presiden B.J Habibie yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia. Walaupun tidak banyak yang dapat beliau lakukan dengan masa kepemerintahan yang hanya selama satu tahun, namun melalui kepemerintahannya, Indonesia sedikit demi sedikit mengalami perbaikan dari segala aspek, baik itu politik, ekonomi dan sistem pemerintahan. Sehingga masa ini di kenal sebagai Era Reformasi.

B.     Rumusan masalah
                  Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka penulis menyusun rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana latar belakang terjadinya krisis moneter di Indonesia?
2.      Bagaimana dampak yang dihasilkan dari terjadinya krisis moneter?
3.      Bagaimana peranan B.J Habibie terhadap perbaikan perekonomian di Indonesia pasca krisis moneter ?

C.    Tujuan Makalah
Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, penulis menyusun tujuan sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui latar belakang tejadinya krisis moneter di Indonesia.
2.      Untuk mengetahui dampak yang dihasilkan dari terjadinya krisis moneter.
3.      Untuk mengetahui peranan B.J Habibie terhadap perbaikan perekonomian di Indonesia pasca krisis moneter.




D.    Kegunaan Makalah
            Berdasarkan tujuan makalah di atas, maka penulis menyusun kegunaan makalah sebagai berikut :
1.      Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan untuk mengetahui tentang latar belakang terjadinya krisis moneter.
2.      Pembaca, sebagai media informasi untuk mengetahui tentang seluk-beluk perekonomian di Indonesia pada saat krisis moneter hingga era reformasi.

E.     Prosedur Makalah
            Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi pustaka artinya penulis mengambil data melalui kegiatan membaca berbagai literatur yang relavan dengan tema makalah.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tinjauan Pustaka

1.         Definisi Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi adalah ilmu sosial yang mempelajari individu-individu dan organisasi yang terlibat dalam produksi, distribusi dan konsumsi barang dan jasa. Tujuan ilmu ekonomi ini adalah untuk meramalkan berbagai peristiwa ekonomi dan untuk membuat berbagai kebijakan yang akan mencegah atau mengoreksi berbagai masalah seperti pengangguran, inflasi, atau pemborosan dalam perekonomian.
         Ilmu ekonomi terbagi menjadi ilmu makroekonomi dan ilmu mikroekonomi. Ekonomi mikro adalah cabang ilmu ekonomi yang mempelajari perilaku dari unit-unit ekonomi individual, seperti rumah tangga, perusahaan, dan struktur industri. Sementara ekonomi makro adalah cabang ilmu ekonomi yang memperlajari persoalan ekonomi secara keseluruhan atau nasional, seperti pertumbuhan, deflasi, inflasi, pengangguran atau kesempatan kerja.
2.         Definisi Krisis Moneter
                     Krisis moneter adalah krisis yang berhubungan dengan keuangan atau perekonomian suatu negara, ditandai dengan anjloknya perekonomian suatu negara yang disebabkan oleh hancurnya sistem pemerintahan.

3.         Definisi Inflasi
                     Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan yang dijumpai di hampir semua negara di dunia adalah inflasi. Definisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat dikatakan inflasi. Kecuali, apabila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. Kenaikan harga karena, misalnya musiman, menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja (dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi. Kenaikan harga semacam ini tidak dapat dikatakan masalah atau penyakit ekonomi dan tidak memerlukan kebijaksanaan khusus untuk menanggulanginya.
         Ada berbagai cara untuk menggolongkan inflasi, pergolongan pertama didasarkan atas parah atau tidaknya inflasi tersebut. Adapun macam-macam inflasi :
a.         Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
b.        Inflasi sedang (antara 10-30% setahun)
c.         Inflasi berat (antara 30-100% setahun)
d.        Hiperinflasi (diatas 100% setahun)



4.    Definisi Reformasi
a.    Dalam kamus besar bahasa Indonesia  karya Drs. Adam Normiet SAE, mereka mendefinisikan bahwa reformasi adalah suatu sikap untuk melakukan perubahan radikal dalam rangka untuk melakukan perbaikan dalam kehidupan masyarakat, maupun bangsa-negara.
b.    Reformasi yaitu susunan tatanan prikehidupan yang lama diganti dengan prikehidupan yang baru secara hukum untuk menuju perbaikan yang lebih baik. (Mahir Ilmu Sejarah Praktis dan Lengkap, hlm. 176)
Melihat kondisi politik dan ekonomi Indonesia yang begitu parahnya dan tidak terkendali, maka menjadikan rakyat Indonesia semakin kritis dan berani untuk mengkritik pemerintah. Keberanian tersebut yaitu dengan berpendapat bahwa Indonesia di bawah pemimpin Orde Baru tidak berhasil untuk menciptakan negara yang makmur, adil dan sejahtera berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Atas berbagai kesadaran tersebutlah maka secara bersama-sama dengan dipelopori oleh para mahasiswa dan para cendikiawan melakukan aksi besar-besaran yang dikenal dengan gerakan reformasi. Tujuan dari gerakan reformasi ini tak lain adalah untuk melakukan perubahan dan memperbaharui tatanan kehidupan maasyarakat berbangsa dan bernegara agar sesuai dengan nilai yang terkandung dalam pancasila dan UUD 1945 baik dalam ekonomi, politik, hukum dan budaya.

B.     Pembahasan
1.       Latar Belakang Terjadinya Krisis Moneter di Indonesia
Krisis pertama yang dialami Indonesia pada Orde Baru adalah kondisi ekonomi yang sangat parah warisan Orde Lama. Selama periode 1962-1966 telah membawa Indonesia dalam kesulitan ekonomi yang sangat berat. Inflasi mencapai 650%. Korupsi merajalela. Barang pokok sehari-hari mengalami kelangkaan dimana-mana. Kondisi buruk tersebut diperparah dengan krisis politik yang akhirnya memuncak pada Tragedi Nasional dengan korban jiwa banyak orang pada tanggal 30 September 1965.
Melalui usaha keras disertai bantuan negara-negara donor, Indonesia akhirnya berhasil bangkit kembali. Selama tiga dasawarsa berikutnya, Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, bahkan disebut sebagai negara Asia berkinerja tinggi oleh bank dunia. Namun dibalik itu semua, salah satu ciri dari perekonomian Indonesia adalah “Lebih Besar Pasak Daripada Tiang”. Julukan tersebut menggambarkan bahwa bangsa Indonesia terlalu boros, sehingga pengeluaran atau pembelajaan negara lebih besar daripada pendapatan, dan lebih banyak membeli dari luar negeri daripada menjual barang keluar negri. Hal ini mengakibatkan ketergantungan dana pada luar negri semakin melambung.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi selama ini, yang selalu dijadikan suatu alasan oleh pemerintah untuk mengatakan bahwa fundamental ekonomi Indonesia sangat kokoh, membuat banyak perusahaan swasta yang juga meminjam uang keluar negri yang tidak dilandasi oleh kelayakan ekonomi.  Suku bunga diluar negri yang lebih murah, serta kepercayaan bahwa pemerintah akan menjaga stabilitas kurs rupiah, menyebabkan utang luar negri menjadi sumber dana yang menarik, murah, dan tak banyak mengandung resiko kurs. Ketika perusahaan swasta beramai-ramai mencari pinjaman luar negri, pada saat yang sama bank-bank luar negri berlomba mencari bisnis di Indonesia. Sebab bagi mereka, Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta merupakan lahan bisnis yang tak bisa dilewatkan begitu saja. Dan bank-bank ini tak melihat beberapa kelemahan dan resiko yang memang tersembunyikan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Sehingga memasuki dasawarsa 1990-an, pemerintah Orde Baru mulai menampakan kekurangan-kekurangannya yang mendapat kritik tajam, karena pemerintah yang terlalu sentralis, serta munculnya korupsi, kolusi dan nepotisme secara signifikan. Tetapi, semua kritik tersebut tidak mendapat perhatian yang serius dari pemerintahan saat itu. Sementara dalam pembangunan perekonomian di Indonesia, tampak pertumbuhan yang sangat pesat. Bahkan dalam laporan tahunan tahun 1997, bank dunia masih meramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tingkat rata-rata 7,8 persen.
Pada pertengahan 1997, kawasan Asia terkena krisis finansial, dipicu dengan menurunnya mata uang Thailand baht terhadap dollar AS pada 2 Juli 1997, dari 24,7 baht menjadi 29,1 baht per dollar AS. Pada saat itu IMF (International Monetary Fund) sudah memberikan paket pinjaman pada Thailand sebesar US$17.2 milyar. Tapi krisis keuangan terus berlanjut. Sebanyak 56 dari 58 investment house Thailand ditutup pada tanggal 8 Desember 1997.
Krisis penurunan nilai mata uang baht diikuti negara-negara Asia Tenggara dan Asia Timur lainnya, seperti Filiphina, Malaysia, Indonesia, dan Korea Selatan. Negara-negara ini di perkirakan memiliki struktur perekonomian tidak jauh berbeda dengan Thailand. Krisis memicu pelarian modal asing dari negara-negara tersebut, membuat sistem perbankan di negara-negara tersebut ambruk satu demi satu. Ketika krisis melanda Thailand, nilai baht terhadap dollar anjlok dan menyebabkan nilai dollar menguat. Penguatan nilai tukar dollar berimbas ke rupiah.
Di Indonesia, tanda-tanda adanya krisis terjadi pada minggu kedua Juli 1997, ketika kurs rupiah merosot dari Rp. 2.432 per dollar AS menjadi sekitar Rp. 3.000 per dollar AS. Sejak saat itu, posisi mata uang Indonesia mulai tidak stabil. Padahal pada saat itu hutang luar negri Indonesia, baik swasta maupun pemerintah sudah sangat besar. Tatanan perbankan nasional kacau dan cadangan devisa semakin menipis. Bank Indonesia berusaha membuat sejumlah kebijakan dengan melebarkan rentang kendali rupiah, namun krisis moneter yang diikuti dengan semakin menipisnya tingkat kepercayaan, membuat nilai rupiah semakin sulit dikontrol.
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak awal Juli 1997, di akhir tahun itu telah berubah menjadi krisis ekonomi. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, menyebabkan harga-harga naik drastis. Banyak perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik yang melakukan PHK secara besar-besaran. Jumlah pengangguran meningkat dan bahan-bahan sembako semakin langka. Krisis ini tetap terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia dimasa lalu dipandang cukup kuat dan di sanjung-sanjung oleh bank dunia.
Hingga akhirnya, pada tanggal 8 Oktober 1997 Presiden Soeharto mengundang IMF untuk membantu krisis yang terjadi di Indonesia. Namun sayangnya, paket bantuan tersebut tidak banyak membantu, justru sebaliknya semakin menambah beban hutang untuk rakyat Indonesia.
a)   Keterlibatan IMF
Indonesia pertama kali menjadi anggota IMF pada tanggal 15 April 1954, dan pada bulan Mei 1965 Indonesia keluar dari IMF. Kemudian Indonesia menjadi anggota IMF kembali pada 23 Februari 1967.
Dalam keanggotaannya Indonesia telah menunjuk Gubernur Bank Indonesia sebagai Governor Of The Fund (Gubernur IMF) untuk Indonesia dan mentri keuangan sebagai Alternate Governor Of The Fund (Gubernur pengganti IMF) untuk Indonesia.
Selama menjadi anggota IMF, Indonesia sudah menerima beberapa fasilitas. Fasilitas pinjaman IMF yang pertama kali dimanfaatkan oleh Indonesia adalah The Four Credit Tranche. Penarikan credit tranche pertama dapat dilaksanakan setelah disetujui oleh IMF, yaitu sebesar USD 51,75 juta dengan jangka waktu pinjaman selama satu tahun. Pinjaman tersebut terus berlanjut sampai dengan penarikan keempat sebesar USD 50 juta yang disetujui pada tanggal 14 April 1971. Dengan demikian pada tahun tersebut, total pinjaman Indonesia terhadap IMF mencapai USD 148,4 juta. Fasilitas tersebut diterima Indonesia dalam rangka mengatasi krisis sebagai akibat kebangkrutan pada pemerintah di awal pemerintahan Orde Baru.
Selanjutnya pada 12 Januari 1983 Indonesia kembali memanfaatkan fasilitas Bufferstock Financing Facility (BFF) untuk membayar iuran bufferstock timah dan karet dalam rangka menstabilikan harga-harga komoditas tersebut di pasar dunia. Fasilitas lainnya yang pernah dimanfaatkan Indonesia adalah Compensatory Financing Facility (CFF). Fasilitas ini diberikan kepada para anggota yang mengalami kesulitan neraca pembayaran (bersifat sementara) sebagai akibat berkurangnya penerimaan ekspor yang disebabkan oleh faktor-faktor diluar kekuasaan negara-negara yang bersangkutan.
      Hingga akhirnya, ketika krisis moneter melanda Indonesia, Presiden Soeharto kembali mengundang IMF untuk membantu menanggulangi krisis pada Oktober 1997. Melalui beberapa perundingan akhirnya IMF memberikan bantuan sebanyak 23 milayar dollar. Langkah pertama yang dilakukan oleh IMF dalam menanggulangi krisis di beberapa negara Asia adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian negara-negara tersebut. Untuk itu IMF melakukan hal-hal sebagai berikut:
1)        Membantu negara-negara yang paling parah terkena krisis (Indonesia, Thailand, Korea Selatan) melalui program stabilisasi dan reformasi ekonomi;
2)        Memberikan pinjaman sebesar SDR 26 milyar atau setara dengan USD 35 milyar kepada Indonesia, Thailand, Korea Selatan dan membantu menggalang pinjaman dari sumber-sumber multilateral dan bilateral untuk mendukung program reformasi tersebut;
3)        Mengintensifkan konsultan dengan negara-negara anggota IMF lainnya yang terkena dampak krisis yang memerlukan langkah-langkah penanggulangannya.
Seiring dengan ketiga hal tersebut, IMF melakukan beberapa upaya segera sebagai berikut :
1)        Menerapkan kebijakan moneter dan fiskal yang ketat untuk menahan depresiasi mata uang lebih lanjut;
2)        Memperbaiki kelemahan sistem keuangan, yang di anggap sebagai penyebab utama terjadinya krisis;
3)        Reformasi struktural yang menghambat pertumbuhan ekonomi (seperti monopoli, hambatan perdagangan dan praktek perusahaan yang tidak transparan).
Namun dibalik kebijakan-kebijakannya, ternyata paket bantuan yang diberikan IMF tidak banyak membantu rakyat Indonesia. Justru paket bantuan IMF itu yang dalam pengguanaannya terjadi banyak penyelewengan malah semakin menambah beban hutang yang harus ditanggung oleh rakyat Indonesia. Kebijakan pemerintah menutup 16 bank membuat pelaku usaha semakin hilang arah. Nilai rupiah semakin terperosok pada level Rp. 5.097 per dollar AS. Pada 8 Januari, rupiah semakin lemah menjadi Rp. 9.800 per dollar AS dan mencapai Rp. 11.050 pada akhir Januari 1998.

a.    Faktor Penyebab Krisis
Terdapat beberapa pendapat para ahli mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya krisis finansial disuatu negara, diantaranya:
1.        Menurut sekelompok peneliti, yakni Tambunan (1998), Kaminsky dan Reinhart (1996) dan Krugman (1979), yang berpendapat bahwa penyebab utama suatu krisis ekonomi adalah karena rapuhnya fundamental ekonomi domestik dari negara yang bersangkutan, seperti defisit transaksi berjalan yang besar dan terus menerus dan utang luar negri jangka pendek yang sudah melewati batas normal.
2.        Anwar Nasution (1998) melihat besarnya defisit neraca berjalan dan utang luar negri ditambah lemahnya sistim perbankan nasional sebagai akar terjadinya krisis finansial
3.        Menurut kelompok peneliti lain, yakni Eichengreen dan Wyplosz (1993), Martinez Peria (1998), dan Obsfeld (1986) berpendapat bahwa krisis ekonomi terjadi karena hancurnya sistem penentuan kurs tetap di negara-negara yang fundamental ekonomi atau pasarnya baik.
4.        Lepi T. Tarmidi berpedapat bahwa penyebab utama dari terjadinya krisis adalah merosotnya nilai tukar mata uang terhadap dollar AS yang sangat tajam.
Melihat dari beberapa pendapat para ahli tersebut, maka faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya krisis moneter di Indonesia antara lain:
1.        Stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umunya berjangka pendek, telah menciptakan kondisi bagi ketidakstabilan di Indonesia. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri bidang ekonomi maupun masyarakat perbankan sendiri mengahadapi besarnya persyaratan hutang swasta tersebut.
Pemerintah selama ini selalu ekstra hati-hati dalam mengelola hutang pemerintah (atau hutang publik lainnya), dan senantiasa menjaganya dalam batas-batas yang dapat tertangani. Akan tetapi untuk hutang yang dibuat oleh sektor swasta Indonesia, pemerintah sama sekali tidak memiliki mekanisme pengawasan. Setelah krisis berlangsung, barulah disadari bahwa hutang swasta tersebut benar-benar menjadi masalah serius. Antara tahun 1992-1997, 85% dari penambahan hutang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta (bank dunia, 1998). Hal ini mirip dengan yang terjadi di negara-negara lain di Asia yang dilanda krisis.
2.        Banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
Ketika liberalisasi sistem perbankan diberlakukan pada pertengahan tahun 1980, mekanisme pengendalian dan pengawasan dari pemerintah tidak efektif dan tidak mampu mengikuti cepatnya pertumbuhan sektor perbankan. Yang lebih parah, hampir tidak ada penegakan hukum terhadap bank-bank yang melanggar ketentuan, khususnya dalam kasus peminjaman ke kelompok bisnisnya sendiri, konsentrasi pinjaman pada pihak tertentu, dan pelanggaran kriteria layak kredit. Pada waktu yang bersamaan banyak sekali bank yang sesungguhnya tidak bermodal cukup, namun tetap dibiarkan beroprasi. Semua ini menyebabkan ketika nilai rupiah mulai terdepresiasi, sistem perbankan tidak mampu menempatkan dirinya sebagai peredam kerusakan, tetapi menjadi korban langsung akibat neraca yang tidak sehat.
3.        Sejalan dengan semakin tidak jelasnya perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula.
4.        Hilangnya kepercayaan dunia maupun masyarakat Indonesia sendiri terhadap perkembangan ekonomi Indonesia, sehingga menghambat laju gerak pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan.

b.        Berakhirnya Rezim Orde Baru
Krisis moneter telah memberikan pengaruh besar untuk bangsa Indonesia. Dimulai dengan menurunnya nilai kurs rupiah terhadap dollar AS. Hal ini semakin membuat masyarakat resah dan takut akan kenyataan-kenyataan yang menimpa mereka. Ternyata pemerintah bukan saja tidak berhasil memberantas korupsi, justru sebaliknya malah semakin menyuburkannya. Ini terjadi dalam pemerintahan pusat dan daerah, dari jabatan tertinggi sampai yang paling bawah. Kolusi yang menyebarkan monopoli telah melebarkan jurang antara kaya dan miskin, karena hanya sekelompok orang saja yang menikmati kesempatan dari fasilitas-fasilitas khusus di bidang ekonomi, sementara sebagian besar rakyat hidup dibawah garis kemiskinan.
      Globalisasi dan perkembangan masyarakat dunia yang transparan dan sarat informasi, mendorong berlangsungnya perubahan-perubahan pesat. Hidup didalam polemik ekonomi yang tak terarah, membuat rakyat memiliki banyak kebebasan, transparan lebih besar, lebih berani tapi sekaligus juga semakin bingung, lebih pesimistis tentang masa depan mereka, bahkan lebih abai.
      Kecemasan masyarakat itu akhirnya terefleksikan dalam aksi-aksi unjuk rasa, terutama dimotori oleh kalangan mahasiswa. Pada mulanya, belum terdengar tuntutan agar Presiden mengundurkan diri. Namun selanjutnya, semakin tampak dukungan rakyat kepada pemerintah mulai surut. Akhirnya unjuk rasa bukan lagi menuntut perubahan politik dan ekonomi, melainkan menuntut perubahan kepemimpinan nasional. Sejak itu, tuntutan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin nyaring.
Kegalauan masyarakat juga terungkap dalam dalam pemberitaan media massa. Jika media massa sebelumnya dibatasi oleh berbagai ketentuan dalam pemberitaan, justru menampakan keberanian dan independensinya. Media massa mulai bebas menurunkan pemberitaan dan opini yang menyuarakan aspirasi rakyat. Pers nasional tersebut kian mendapat tempat, dengan adanya kebijakan lunak dari pemerintah, seiring dengan tuntutan reformasi.
      Rangkaian aksi kerusuhan mencapai puncaknya ditandai dengan meletusnya Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998. Pada waktu itu, mahasiswa Universitas Trisakti sedang melancarkan aksi unjuk rasa, namun mereka dihadang oleh aparat keamanan, dan terjadilah bentrokan yang menewaskan empat orang mahasiswa akibat tembakan peluru tajam. Tragedi ini menjadi bagian pemicu bagi rangkaian kerusuhan yang lebih besar pada tanggal 13-15 Mei.
      Kerusuhan juga berlangsung di beberapa daerah, telah menimbulkan korban ratusan jiwa dan harta benda. Aksi-aksi kekerasan massa, perusakan, pembakaran, penjarahan, hingga tindakan asusila, menimbulkan kesedihan dan luka yang dalam bagi bangsa Indonesia. Aksi kekerasan itulah adalah perbuatan diluar dugaan, karena dilakukan sesama rakyat Indonesia yang sebelumnya terkenal dengan keramahan dan kesantunannya.
Ketika puncak peristiwa kerusuhan ini terjadi, Presiden Soeharto sedang berada di Kairo Mesir untuk mengadakan pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada tanggal 13-14 Mei 1998. Melihat semua peristiwa yang memilukan ini, Wakil Presiden menyampaikan pernyataan keprihatinan pemerintah yang amat mendalam dan seruan kepada masyarakat  agar menahan diri. Pernyataan dan seruan in dibacalan di istana Wakil Presiden pukul 23.00 WIB.
      Di Jakarta, korban-korban akibat kerusuhan telah berjatuhan. Pemerintah daerah Tanggerang mencatat lebih dari seratus jenazah hangus terbakar di sebuah kompleks pertokoan. Pemda Bekasi juga menemukan puluhan mayat korban kerusuhan. Pusat penerangan ABRI melaporkan jumlah korban jiwa mencapai 500 orang. Belum lagi kerusuhan yang terjadi di Surakarta Jawa Tengah dan beberapa daerah lain, diperkirakan korban melebihi jumlah tersebut.
      Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, kepada pers mengumumkan total kerugian fisik bangunan di taksir mencapai 2,5 triliun rupiah lebih, belum termasuk isinya. Kerugian akibat kerusuhan ini jauh lebih buruk dibandingkan dengan kerusuhan Malapetaka 15 Januari 1974 atau dibandingkan dengan kasus 27 Juli 1996 yang menghancurkan puluhan bangunan dan sejumlah kendaraan senilai 100 milyar rupiah, belum termasuk korban jiwa.
      Tersangka kerusuhan tersebut mencapai sekitar 1.000 orang yang sempat di tangkap aparatur. Mereka adalah para pelaku kerusuhan dan penjarahan di Jakarta dan sekitarnya.
      Setelah Presiden Soeharto selesai mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Kairo Mesir, 13-14 Mei 1998, Presiden Soeharto mengadakan acara silaturahmi dengan masyarakat Indonesia yang berada di Kairo. Sebagaimana dikutip beberapa media, Presiden Soeharto mengatakan, bila rakyat tidak lagi memberi kepercayaan dirinya sebagai Presiden, maka ia siap mundur dan tidak akan mempertahankan kedudukannya dengan kekuatan senjata. Ia selanjutnya akan mengundurkan diri dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan keluarga, anak-anak dan cucu-cucu.
      Setelah melewati proses yang panjang, akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyampaikan pidato pengunduran dirinya dari jabatan Presiden Republik Indonesia. Sesuai dengan pasal 8 UUD 1945, yang berbunyi “bila Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya” maka B.J Habibie yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden secara resmi mengganti jabatan Presiden Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke-3. Hal ini menandai berakhirnya Rezim Orde Baru dan menjadi titik awal dari Era Reformasi.

2.      Dampak Terjadinya Krisis Moneter
Sejak bulan Juli 1997, Indonesia mulai terkena imbas krisis moneter yang menimpa dunia khususnya kawasan Asia Tenggara. Struktur ekonomi nasional Indonesia pada saat itu masih lemah untuk mampu menghadapi krisis global tersebut. Tentu saja hal ini memberikan dampak yang sangat besar untuk bangsa Indonesia.
Salah satu kebanggaan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang selalu dikedepankan adalah keberhasilannya mengurangi jumlah penduduk miskin. Pada tahun 1970, ada 70 juta orang miskin atau sekitar 60% dari jumlah penduduk Indonesia pada saat itu. Setelah itu, jumlah penduduk miskin terus mengalami penurunan secara konsisten. Pada tahun 1996,  jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan tersisa 22,5 juta jiwa atau 11,2% dari jumlah penduduk.
         Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah memaksa puluhan juta penduduk Indonesia kembali terpuruk hidup di bawah garis kemiskinan. Pemicu utamanya adalah meroketnya harga-harga kebutuhan pokok, terutama pangan. Hal ini disebabkan karena unsur pangan didalam perhitungan angka garis kemiskinan teramat dominan, yaitu lebih dari 80%. Akibatnya, kenaikan harga pangan menjadi sangat berpengaruh terhadap perubahan jumlah penduduk miskin di Indonesia.
Selain itu, dengan memburuknya indikator-indikator makroekonomi telah merambah ke sendi-sendi dunia usaha, sehingga membuat eksistensi sektor usaha kian melemah. Ketergantungan yang cukup tinggi pada bahan baku impor, membuat biaya produksi membengkak. Selain itu, para pengusaha kesulitan membuat kalkulasi biaya produksi dan menentukan harga jual produk karena pergerakan kurs yang sangat berfluktuasi. Belum lagi persoalan ditolaknya Letter Of Credit yang dikeluarkan oleh bank-bank nasional Indonesia, yang sangat menyulitkan pengusaha untuk mengekspor hasil produksinya.
Masalah yang menerpa dunia usaha secara bertubi-tubi, akhirnya membuat para pengusaha melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara besar-besaran. Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran yang sudah meningkat sejak tahun 1995, sementara Indonesia pada saat itu dihadapkan pada pertambahan 3,2 juta jiwa angkatan kerja baru setiap tahun. Sehingga pada tahun 1998 mengalami peningkatan jumlah pengangguran terbuka dari 4,68 juta orang menjadi 5,46 juta orang. Demikian pula jumlah setengah pengangguran, meningkat dari 28,2 juta jiwa pada tahun 1997 menjadi 32,1 juta jiwa pada 1998. Pertambahan jumlah penganggur dan setengah penganggur tersebut mengakibatkan penurunan pendapatan masyarakat, selanjutnya berimplikasi pada krisis sosial di berbagai bidang dan memengaruhi keamanan masyarakat.
Dampak lain yang didapatkan adalah dengan hilangnya kepercayaan Internasional terhadap Indonesia, biaya sekolah luar negri melonjak, laju inflasi yang semakin tinggi, meningkatnya kemiskinan dan persediaan barang nasional, khususnya sembilan bahan pokok semakin menipis di pasaran, menyebabkan harga kebutuhan bahan pokok semakin naik artinya biaya hidup pun semakin tinggi.
Sebenarnya selain dampak negatif, krisis moneter pun memberikan dampak positif untuk bangsa Indonesia. Secara umum impor barang, termasuk impor buah menurun tajam. Hal ini tentu saja memberikan kesempatan bagi para pengusaha kecil dalam negri untuk mengembangkan usahanya. Selain itu perjalanan keluar negeri dan pengiriman anak untuk sekolah ke luar negeri ikut berkurang. Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari krisis moneter lebih besar dari dampak positifnya.

3.       Peranan B.J Habibie di Indonesia Pasca Krisis Moneter
Presiden B.J Habibie mewarisi kondisi negara yang kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa Orde Baru. Pada saat itu, perekonomian Indonesia sudah di ambang kebangkrutan. Produksi macet, tingkat suku bunga meroket, perbankan dan lembaga-lembaga lainnya merosot. Cadangan devisa menipis karena ekspor tersendat, sedangkan kebutuhan impor tidak mungkin di tekan terus, investasi asing langsung maupun tidak langsung hampir berhenti total dan pencairan pinjaman luar negeri yang telah disepakati mengalami penundaan. Sementara itu, inflasi meningkat mencapai tiga digit, jumlah pengangguran meledak mencapai belasan juta, dan sekitar 100 juta orang atau separuh penduduk Indonesia berada di tepi jurang kemiskinan.
Pengangkatan B.J Habibie sebagai Presiden menimbulkan berbagai macam kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Untuk pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional sesuai dengan pasal 8 UUD 1945. Namun sebaliknya untuk pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J Habibie dianggap tidak konstitusional. Tiga hari setelah dilantik menjadi Presiden ke-3 Republik Indonesia, di sela-sela beredarnya berbagai opini publik yang bernada merendahkan atas kemampuan B.J Habibie memimpin bangsa Indonesia, Presiden B.J Habibie segera membentuk suatu kabinet yang disebut Kabinet Reformasi Pembangunan dalam waktu kurang dari satu hari. Tugas pokok kabinet tersebut adalah menyiapkan proses reformasi :
a.     Di bidang politik antara lain dengan memperbaharui berbagai perundang-undangan dalam rangka lebih meningkatkan kualitas kehidupan berpolitik yang bernuansa pada pemilu sebagaimana yang di amanatkan oleh Garis-garis Besar Haluan Negara.
b.    Di bidang hukum antara  lain meninjau kembali Undang-Undang Subversi.
c.     Di bidang ekonomi dengan mempercepat penyelesaian Undang-Undang yang menghilangkan praktik-praktik monopoli dan persaingan tidak sehat.

Disamping itu, dalam bidang ekonomi, pemerintah juga akan memberikan perhatian khusus terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),  revitalisasi lembaga perbankan dan keuangan nasional, serta program-program yang menyentuh masyarakat banyak.
Kemudian pada tanggal 25 Mei 1998 Presiden Habibie mengadakan sidang kabinet bersama para menteri di sebelah ruang kerja Presiden di Bina Graha. Dalam sidang kabinet tersebut, Presiden Habibie menyampaikan sasaran kerja. Khususnya dalam bidang ekonomi, Presiden menetapkan dua sasaran utama, yaitu:
1)    Mengatasi masalah-masalah mendesak yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi;
2)    Melanjutkan dan mempercepat langkah-langkah reformasi ekonomi.
Masalah-masalah mendesak yang menjadi perhatian dan perlu di tangani adalah :
1)    Memulihkan kepercayaan kepada rupiah dan mengendalikan laju inflasi;
2)    Menggerakan kembali roda produksi dan arus perdagangan, yang akhir-akhir ini mengalami berbagai hambatan;
3)    Mendorong bidang-bidang kegiatan ekonomi yang dapat bangkit kembali dalam waktu singkat, termasuk sektor pertanian dan agrobisnis, industri ekspor, industri yang memanfaatkan sumber daya alam dan sektor pariwisata;
4)    Mengamankan pelaksanaan APBN;
5)    Memberikan perhatian khusus kepada golongan masyarakat yang terkena dampak krisis ekonomi dengan memprioritaskan program-program padat karya, menyediakan kebutuhan pokok (khususnya bahan makanan dan obat-obatan) serta mendukung usaha kecil, koperasi, dan kegiatan ekonomi rakyat, serta mengembangkan dan meningkatkan peranan bank-bank perkreditan rakyat;
6)    Mempercepat penyelesaian bank-bank yang berada dibawah pengawasa BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dalam rangka pembenahan sektor perbankan;
7)    Mempercepat upaya mengatasi masalah utang luar negeri swasta;
8)    Meningkatkan upaya untuk memperkuat dukungan dan kepercayaan dari masyarakat internasional, terutama negara-negara sahabat dan lembaga-lembaga keuangan internasional;
9)    Melengkapi dan memperbaharui perangkat perundang-undangan yang di perlukan untuk menunjang proses reformasi ekonomi.

Presiden Habibie juga memisahkan Bank Indonesia dari Kabinet Reformasi Pembangunan. Alasannya karena keadaan Indonesia pada saat itu sangat tidak menentu, sehingga Presiden harus berhati-hati dalam mengambil kebijakan secara cepat dan tepat. Oleh karena itu, peran BI akan lebih pasti dan harus dikelola oleh tim yang profesional serta berdedikasi tinggi. Tim tersebut harus dapat berkarya menghadapi kendala politik, bebas berfikir dan beranalisis murni secara profesional, yang tentu saja tidak boleh di atur dan di arahkan oleh Presiden yang kedudukannya sangat politis dan kepentingannya mungkin dapat bertentangan dengan hasil analisis dan kebijakan profesional. Dengan kata lain, tim pimpinan BI harus memberi perhatian penuh pada tugas yang diharapkan oleh rakyat, yaitu menghasilkan mata uang rupiah yang kuat, nilai tukar yang stabil dan berkualitas tinggi. Sehingga untuk menjamin keberhasilan tujuan memelihara stabilitas nilai rupiah diperlukan bank sentral yang memiliki kedudukan yang independen.
Selain itu, dalam upaya menanggulangi masalah pengangguran, pemerintah telah melakukan Program Penanggulangan Dampak Kekeringan Dan Mengurangi Kemiskinan (PDKMK) dan Program Penanggulangan Penganggur Terampil (P3T). Dalam perjalanannya, PDKMK telah dapat menyerap 3.429.000 selama 3-4 bulan, sedangkan untuk P3T dapat mempekerjakan sebanyak 70.000 orang tenaga kerja terampil pada lembaga ekonomi produktif yaitu koperasi dan perusahaan kecil menengah maupun wirausaha baru.
Hingga akhirnya, melalui pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan dan segala kebijakan-kebijakannya dalam memimpin suatu negara, Presiden Habibie telah membawa perubahan yang signifikan bagi bangsa Indonesia, khususnya dalam bidang ekonomi. Banyak keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai, diantaranya :

a.     Kembalinya kepercayaan terhadap bangsa Indonesia, baik dari masyarakat Indonesia maupun dunia internasional. Dengan pulihnya kepercayaan secara bertahap, maka nilai tukar rupiah menjadi lebih stabil dan secara bertahap membaik dan akhirnya mencapai tingkat wajar. Hal ini telah meredam tekanan inflasi, sehingga laju inflasi terus menurun. Harga barang-barang pokok, serta subsidi yang harus di sediakan juga menurun secara bertahap. Menurunnya inflasi diikuti dengan menurunnya tingkat suku bunga dan hal ini juga mendorong bangkitnya kembali kegiatan ekonomi dalam negeri;
b.    Nilai rupiah mengalami penguatan, inflasi menurun tajam, dan ketersediaan serta distribusi kebutuhan pokok tidak lagi menjadi permasalahan. Pada periode Januari-September 1999, laju inflasi hanya mencapai 2%, padahal laju inflasi pada periode sebelumnya sebesar 75,47%. Ditinjau dari indeks harga konsumen, harga-harga pada bulan September 1999 dibandingkan dengan harga pada bulan yang sama tahun sebelumnya hanya naik 1,25%. Padahal setahun sebelumnya, harga-harga naik 82,4% dibandingkan harga-harga pada bulan september 1997. Penurunan tingkat inflasi yang sangat berarti ini terjadi bukan karena penurunan daya beli, tetapi terutama disebabkan oleh perbaikan nilai tukar rupiah dan keseimbangan antara ketersediaan pasokan dengan kebutuhan pangan, serta lancarnya distribusi 9 bahan pokok. Nilai tukar rupiah menurun hingga mendekati Rp. 6.000 per dollar AS, sekalipun pernah melemah hingga mencapai Rp. 9.000 per dollar AS akibat kekacauan yang terjadi di Timor Timur.
c.     Membaiknya perbankan Indonesia, pemerintah telah melakukan upaya merestrukturisasi sektor perbankan, dari 160 bank komersial yang beroprasi pada bulan Juli 1997, 48 bank telah dilikuidasi, 16 bank diambil alih dan 11 bank direkapitalisasi dengan bantuan pemerintah. Aset-aset bank yang dibekukan diambil alih dan dikelola oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Jumlah aset perbankan yang telah dialihkan ke badan tersebut sampai saat ini telah mencapai Rp. 350 triliun, yang kemudian aset-aset ini ditawarkan kepada investor. Investor asing mulai berminat, bahkan beberapa diantaranya telah mengambil alih saham bank. Ini berarti telah mulai kembalinya aliran modal ke dalam negeri.
d.    Kembali berjalannya usaha kecil, menengah dan koperasi; pemerintah telah memprioritaskan kelompok usaha ini dalam rangka pengembangan ekonomi rakyat dikarenakan kelompok usaha ini merupakan 99% dari pelaku ekonomu nasional dan menyerap sekitar 88% tenaga kerja. Untuk membantu usaha kecil dan menengah pemerintah telah melakukan penyederhanaan perizinan agar dapat meringankan beban mereka. Selain itu pemerintah juga telah menyediakan berbagai program penyaluran kredit untuk membantu mereka dalam memeperoleh modal usaha.
e.     Penurunan angka kemiskinan dan pengangguran; seiring mulai berjalanannya kegiatan ekonomi di dunia usaha, angka pengangguran pun semakin berkurang. Pada tahun 1998, perusahaan-perusahaan yang melakukan PHK sebanyak 922 kasus meliputi 121.686 orang. Sementara pada tahun 1999 turun menjadi 117 kasus meliputi 16.000 pekerja. Dengan demikian, dari tahun 1998 sampai dengan 1999, terdapat penurunan Pemutusuan Hubungan Kerja sebesar 805 kasus. Penururnan kasus PHK tersebut disebabkan karena mulai membaiknya kondisi perekonomian. Data tersebut adalah resmi yang dipergunakan di Bappenas dan Departemen lainnya bersumber pada Biro Pusat Statistik. Sementara itu dari data survei yang dilakukan pada bulan Agustus 1999, dibandingkan dengan hasil survei yang sama pada bulan Desember 1998, terindikasikan penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 12 juta jiwa, sehingga jumlah total penduduk miskin diperkirakan sebesar 35 juta jiwa atau sebesar 17,6% dari total penduduk Indonesia. Data ini memberikan indikasi bahwa penekanan laju inflasi sangat membantu meringankan beban penduduk miskin.


2015
 Bahasan yang pertama seputar Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 : Saat ASEAN di simpang jalan. Dalam wawancara dengan Kompas di pengujung masa  jabatannya, beberapa waktu lalu, Sekretaris Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan mengingatkan tentang tantangan besar yang akan dihadapi ASEAN pada masa depan.
Tentangan besar, terutama yang dalam beberapa kesempatan nyaris memecah kesatuan ASEAN, ialah sengketa wilayah Laut China Selatan. Empat anggota ASEAN yaitu Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam, bersengketa dengan China dan Taiwan di perairan tersebut.
Terjepit. Melihat semua itu, tak mengherankan jika Surin mengingatkan agar ASEAN jangan sampai terjepit di tengah berbagai kepentingan dan pengaruh negara-negara  besar di luar kawasan. Fenomena negara adidaya untuk melindungi dan mempromosikan kepentingan masing-masing, jika perlu dengan cara memaksa, akan terus menguat.
Semua pihak terkesan kuat ingin memiliki akses sebesar mungkin terhadap kawasan yang punya masa depan cerah, terutama dalam konteks ekonomi. Lalu, apakah ASEAN mampu mempertahankan sentralitas dan kesatuannya? Sejumlah kalangan punya keyakinan sendiri-sendiri. Menurut Surin, kesepuluh negara anggota ASEAN harus berupaya keras untuk tak memihak pada kekuatan manapun.
Akankah Bertahan? Pertanyaannya kemudian seberapa kuat ASEAN mampu  bertahan menghadapi berbagai tekanan dari pihak berpengaruh pada saat bersamaan tetap menjadi kesatuannya? Keyakinan ASEAN untuk bertahan disuarakan Duta Besar Uni Eropa (UE) untuk Indonesia, Brunei dan ASEAN Julian Wilson, di Jakarta, beberapa waktu lalu.Hubungan antarnegara anggota ASEAN akan selalu berubah dan berkembang. Uni Eropa pun seperti itu. Ide besar pembentukan ASEAN sendiri sudah menjadi faktor pemersatu, yang membuat organisasi ini akan bersatu, katanya. (Kompas 24, Desember 2012 hal 6).
Antisipasi Liberalisasi Jasa ASEAN. Pemerintah dan wisata perlu mengantisipasi  penerapan liberalisasi bidang jasa di kawasan ASEAN pada tahun 2015. Tanpa antisipasi, Indonesia tidak akan sanggup bersaing sehingga pasar bisnis jasa di dalam negeri didominasi oleh pelaku asing. Padahal, kontribusi sektor jasa bagi perekonomian nasional mencapai 53  persen. Direktur Perundingan Perdagangan Jasa Kementerian Perdagangan Sondang Anggraini dalam acara sosialisasi perdagangan bebas bidang jasa ASEAN 2015, di Jakarta, Rabu (12/12), mengatakan bahwa antisipasi yang mendesak adalah peningkatan sertifikasi tenaga kerja. Pasalnya, tenaga kerja menjadi ranah sensitif yang diperebutkan. Di Negara berpendapatan menengah, jasa diperlukan sebagai mesin pencipta lapangan kerja, katanya. Sondang menilai  perdagangan jasa cukup berisiko. Oleh karena itu, peraturan yang benar dan kebijakan tambahan lain sangat diperlukan untuk memastikan liberalisasi memberikan banyak keuntungan ketimbang kerugian. “Pemerintah harus mulai menciptakan kondisi yang memberikan kesempatan agar negara bisa bersaing dengan asing. Misalnya dalam konteks tenaga kerja, kualifikasi untuk dokter, insinyur dan tenaga arsitek, pemerintah perlu meningkatkan standarisasinya, katanya.
Jika Indonesia mampu mengantisipasi, pengaruh liberalisasi akan mengarah pada efisiensi pasar jasa. Dampaknya adalah pilihan bagi konsumen meningkat, produktivitas meningkat, serta persaingan yang lebih sehat di dorong (Kompas 13 Desember 2012).
Arah Layar Ekonomi. Akhir tahun lalu kita dikejutkan oleh beberapa data ekonomi yang mencemaskan. Di antara banyak data miris tersebut, angka kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja bisa menjadi representasinya.
Pertama, selama Maret  –  September 2012 angka kemiskinan hanya turun 0.3 persen. Itu artinya kemampuan pemerintah menurunkan angka kemiskinan makin lemah dari waktu ke waktu. Anehnya, penurunan ini terjadi bersamaan dengan makin besarnya anggaran yang digunakan untuk mengatasinya. Kedua, sampai dengan Triwulan III 2012, data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menyerap 180.000 tenaga kerja. Kinerja ini jauh lebih buruk ketimbang tahun 2010 (400.000 tenaga kerja) dan 2011 (225.000 tenaga kerja). Jika ditambahkan dengan data ketimpangan  pendapatan yang menganga, problem terkait kualitas pembangunan beberapa tahun terakhir  pun kian sempurna (Kompas 31 Januari 2013 hal 6).
Sektor Pertanian Macet. Pemerintah berkilah penurunan kemiskinan yang lambat diakibatkan oleh persentase kemiskinan yang sudah relatif rendah sehingga setiap upaya  pengurangan akan makin sulit. Argumen ini sebenarnya lemah karena kemiskinan “alamiah” sebetulnya berada di kisaran 4 persen, yang disebabkan oleh adanya individu yang sakit (permanen), cacat, lanjut usia, dan lain sebagainya. Jika kemiskinan berada di kisaran 10  persen, masih terbuka kemungkinan untuk penurunan dalam persentase yang besar. Pertumbuhan sektor pertanian nyaris tidak pernah diatas 3 persen. Bahkan beberapa kali hanya sedikit di atas 2 persen (padahal pertumbuhan ekonomi rata-rata 6 persen). Intinya, nyaris mustahil mengurangi kemiskinan jika sektor pertanian tumbuh rendah (involusi pertanian). Dalam soal penciptaan lapangan kerja ini, kegagalan pemerintah terletak pada struktur  pertumbuhan ekonomi yang didominasi sektor non-tradeable. Sektor ini memang memiliki nilai tambah yang tinggi, tetapi elastisitas terhadap penciptaan lapangan kerja kecil. Implikasinya, setiap pertumbuhan yang terjadi pada sektor tersebut hanya akan menciutkan  penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan kesenjangan pendapatan. (Kompas 31 Januari 2013 hal 6).
Bahasan yang kedua Indonesia menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN 2015: Tantangan dan Peluang Indonesia Hadapi ASEAN Economic Community di Seminar FEB. Tantangan dan kesempatan Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic Community (Masyarakat Ekonomi ASEAN) dibahas dalam seminar nasional dengan tema “Capturing Opportunites for ASEAN Economic Community 2015” Jumat (14/12) di Balairung Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Seminar yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UKSW ini menghadirkan 2 pembicara, yaitu Dr. Joni Swastanto (Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V, Jawa Tengah dan DIY) dan Dr. Agus Suryono (Mantan Kepala Balitbang Jateng).Diberlakukannya masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015 mendatang diakui Joni Swastanto masih banyak masyarakat yang belum menyadari rencana penerapannya. Sementara itu, Agus Suryono mengatakan daerah belum  banyak merespon sehingga dikuatirkan akan kehilangan kesempatan.
MEA dipilih oleh negara-negara ASEAN untuk meningkatkan kemakmuran ekonomi rakyatnya secara bersama-sama, mengingat cara ini merupakan opsi yang paling efisien dibandingkan bila upaya peningkatan kemakmuran dilakukan secara unilateral. MEA dalam upaya peningkatkan kemakmuran ekonomi dilakukan melalui penguatan daya saing untuk memenangkan kompetisi global, melalui tahapan integrasi pasar domestik sebagai pasar tunggal dan integrasi basis produksi sehingga pada akhirnya mendorong peningkatan daya saing dalam menembus pasar global. Oleh sebab itu, pencapaian MEA dilakukan melalui empat tahapan strategis, meliputi : pencapaian pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing, pertumbuhan ekonomi yang merata dan terintegrasi dengan perekonomian global.
Pilar Pertama: Sebuah Ancaman. Pada Pilar Pertama cetak biru MEA, dinyatakan  bahwa : ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan elemen aliran  bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan aliran modal yang lebih bebas. Bila Indonesia tidak siap, maka aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan modal, terlihat sebagai ancaman daripada peluang.
http://dimastidano.wordpress.com/2012/11/28/masyarakat-ekonomi-asean-2015- peluang-atau-ancaman/.
Masyarakat ekonomi Indonesi ASEAN 2015. Tahun 2015 ASEAN akan makin  bersatu dengan terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Ada tantangan dan peluang. KTT Asean ke-20 sudah selesai dilaksanakan di Kamboja 3-4 April 2012. KTT Asean dihadiri oleh seluruh anggota yaitu: Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja. Salah satu kesepakatan penting yang akan mempengaruhi hajat hidup rakyat Indonesia adalah makin mengerucutnya persiapan pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, yakni masyarakat politik-keamanan, ekonomi dan sosio kultural budaya.
Ada dua tantangan besar dalam membangun ASEAN Community 2015. Pertama,  jurang horizontal antara negara dengan kelas ekonomi maju dan yang masih menengah dan maju. Kedua, jurang vertikal antara negara yang demokratis liberal dan masih otoriter. Bagaimana kita membangun komunitas kalau nilai-nilai yang menjadi pengikat berbeda dan taraf kehidupan berbeda. Yang kita butuhkan sekarang dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015 adalah menyelesaikan pekerjaan rumah bersama-sama. Pemerintah perlu menyosialisasikan rencana aksi menghadapi tantangan regional. Kerjasama antar negara menjadi tak ada artinya bila masyarakat tak terlibat.
Kesiapan Masyarakat Indonesia Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Indonesia adalah salah satu negara terbesar populasinya yang ada di kawasan ASEAN. Masyarakat Indonesia adalah negara heterogen dengan berbagai jenis suku, bahasa dan adat istiadat yang terhampar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia mempunyai kekuatan ekonomi yang cukup bagus, pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia (4,5%) setelah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan India. Ini akan menjadi modal yang penting untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia menuju AEC tahun 2015. Sebagai salah satu dari tiga  pilar utama ASEAN Community 2015, ASEAN Economic Community yang dibentuk dengan misi menjadikan perekonomian di ASEAN menjadi lebih baik serta mampu bersaing dengan  Negara-negara yang perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan kondisi Negara ASEAN saat ini. Selain itu juga dengan terwujudnya ASEAN Community yang dimana di dalamnya terdapat AEC, dapat menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih strategis di kancah Internasional, kita mengharapkan dengan terwujudnya komunitas masyarakat ekonomi ASEAN ini dapat membuka mata semua pihak, sehingga terjadi suatu dialog antar sektor yang dimana nantinya juga saling melengkapi diantara para stakeholder sektor ekonomi di Negara negara ASEAN ini sangat penting.
Untuk itu kita harus mampu meningkatkan kepercayaan diri bahwa sebetulnya apabila kita memiliki kekuatan untuk bisa bangkit dan terus menjaga kesinambungan stabilitas ekonomi kita yang sejak awal pemerintahan Presiden Susilo Bamabang Yudhoyono ini terus meningkat, angka kemiskinan dapat ditekan seminim mungkin, dan progres dalam bidang ekonomi lainnya pun mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Dengan hal tersebut  banyak sekali yang bisa kita wujudkan terutama dengan merealisasikan ASEAN Economy Community 2015 nanti. Stabilitas ekonomi Indonesia yang kondusif ini merupakan sebuah opportunity dimana Indonesia akan menjadi sebuah kekuatan tersendiri, apalagi dengan sumber daya alam yang begitu besar, maka akan sangat tidak masuk akal apabila kita tidak  bisa berbuat sesuatu dengan hal tersebut.
Peluangyang sudah terbuka ini, kalau tidak segera dimanfaatkan, kita akan tertinggal, karena proses ini juga diikuti gerak negara lain dan hal itu terus bergulir. Kita harus segera berbenah diri untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia yang kompetitif dan  berkulitas global. Menuju tahun 2015 tidaklah lama, Sudah siapkah kita akan Tantangan dan  peluang bagi kalangan profesional muda kita/mahasiswa untuk tidak terbengong-bengong menyaksikan lalu-lalang tenaga asing di wilayah kita?
Tantangan, Indonesia ke depan adalah mewujudkan perubahan yang berarti bagi kehidupan keseharian masyarakatnya. Semoga seluruh masyarakat Indonesia kita ini bisa membantu untuk mewujudkan kehidupan ekonomi dan sosial yang layak agar kita bisa segera mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015.
14/10/2012http://suarajakarta.com/2012/10/14/kesiapan-masyarakat-indonesia-menuju-masyarakat-ekonomi-asean-2015/
Bahasan yang Ketiga Peluang dan Tantangan UKM Indonesia: Komunitas ASEAN  jadi peluang pengusaha muda. JAKARTA, kabarbisnis.com: Para pengusaha muda di dalam negeri menyambut baik rencana pemberlakuan komunitas ekonomi ASEAN pada 2020 mendatang. Langkah itu dinilai sebagai peluang untuk memperluas pasar dan meningkatkan  produksi, mengingat pasar ASEAN yang sangat besar. Hal itu diungkapkan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Raja Sapta Oktohari dalam sambutannya pada acara silaturahmi dan penganugerahan penghargaan kepemimpinan ekonomi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta, Jumat (31/8/2012) malam.
Menurutnya, menghadapi tantangan itu HIPMI mulai menyiapkan sejumlah langkah menghadapi persaingan ekonomi pada 2020. "Indonesia harus menjadi pemain dalam komunitas ekonomi ASEAN," kata Oktohari. Untuk menghadapi itu semua, paparnya, mulai saat ini HIPMI telah mengambil sejumlah langkah antara lain menyiapkan dan memberikan mentoring pada pengusaha pemula agar mampu menghadapi persaingan baik di dalam negeri, kawasan dan global. Selain itu, katanya, HIPMI juga memberikan perhatian pada pengusaha- pengusaha lokal atau di daerah agar dapat mengembangkan usahanya sekaligus memperluas  pasar produksi barang-barang mereka.
Wapres Imbau Dunia Usaha Menjangkau Wirausaha Muda. Wakil Presiden Boediono mengimbau dunia usaha untuk menjangkau wirausaha muda, yang umumnya masih duduk di bangku kuliah. Caranya, dengan menyediakan tempat praktik bagi bisnis wirausaha. Imbauan itu disampaikan Boediono dalam acara Wirausaha Muda Mandiri yang digelar PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk di Jakarta, Kamis (17/1). Praktik kewirausahaan itu penting, katanya (Kompas, 18 Januari 2013 hal 20).
Direktur Utama Bank Mandiri, Zulkifli Zaini mengatakan program wirausaha Muda Mandiri ini diyakini mengubah cara pandang mahasiswa terhadap wirausaha. Selain itu, menjadikan sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai sektor idaman untuk berkarya. “Juga menginspirasi generasi muda untuk menjadi pencipta lapangan kerja, “tambah Zulkifli (Kompas 18 Januari 2013 hal 20).
Menuju Komunitas Ekonomi ASEAN 2015: Peluang dan Tantangan Bagi Pelaku Usaha Kalimantan Barat. Dalam rangka melaksanakan fungsi diseminasi informasi  perihal pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN 2015, Dirjen Kerja Sama ASEAN, Kemlu RI menyelenggarakan Sosialisasi bertema “Menuju Komunitas Ekonomi ASEAN 2015: Peluang dan Tantangan Bagi Pelaku Usaha Kalimantan Barat” kepada pelaku usaha dan  pemerintah daerah Kalimantan Barat, serta Kuliah Umum “Menuju Komunitas Ekonomi ASEAN 2015” kepada mahasiswa/i perguruan tinggi di wilayah Pontianak, Kalimantan Barat (12-13/02)
Sosialisasi yang dihadiri oleh sekitar 150 peserta tersebut dibuka secara resmi oleh Kepala Dinas Koperasi dan UKM Pemprov Kalimantan Barat, Bapak Ignasius IK mewakili Gubernur Kalimantan Barat, Bapak Drs. Cornelis SH., dan menghadirkan Keynote Speaker Duta Besar Suprapto Martosetomo (Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Kelembagaan) mewakili Pimpinan Kementerian Luar Negeri. Sosialisasi tersebut menghadirkan narasumber di antaranya I Wayan Dipta (Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian Koperasi & UKM), Tri Harsono (Ketua Komite Tetap UKM, Bidang Pembangunan Kawasan Perbatasan KADIN, Memet Agustiar (Pengamat Ekonomi dari Universitas Tanjungpura), dan Ignasius IK(Kepala Dinas Koperasi dan UKM Pemprov Kalimantan Barat).
Dalam kaitan ini, ASEAN juga memberi perhatian penting kepada pengembangan usaha kecil dan menengah baik dari aspek permodalan, teknologi, dan akses pasar. Hal ini dikarenakan ekonomi negara-negara ASEAN mayoritas disokong oleh sektor UKM. Para narasumber dalam kegiatan sosialisasi tersebut menyampaikan pentingnya bagi Kalimantan Barat untuk dapat memiliki pandangan yang optimis dalam melihat tantangan dan  peluang yang ada dari Komunitas Ekonomi ASEAN 2015.
Bapak I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM menyampaikan apabila Indonesia tidak mendorong daya saing dan nilai tambah atas barang/produk yang diproduksi, maka Indonesia dapat kehilangan perannya di kawasan dan menjadi objek kemajuan pembangunan di kawasan tanpa memperoleh keutungan yang maksimal. Oleh karena itu, program kebijakan penguatan daya saing telah mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, antara lain penguatan UKM nasional. Hal tersebut penting untuk memfasilitasi UKM nasional yang berdaya saing tinggi, inovatif, dan kreatif, serta mampu melakukan perluasan pasar dari Komunitas Ekonomi ASEAN.
Ubah Segmentasi Ekonomi Masyarakat ASEAN 2015 jadi Sebuah Peluang. Jakarta, MADINA): Asosiasi Kosmetik Indonesia siap menghadapi tantangan era masyarakat ekonomi ASEAN-Cina pada 2015 pada sektor kosmetik dan jamu. Dalam menghadapi era tantangan masyarakat ekonomi ASEAN 2015, pihaknya akan banyak sekali menjual jasa, dalam bentuk spa, dan salon dari dalam negeri. Industri kecil dan menengah (IKM) baik industri jamu dan kosmetik sudah siap bersaing, telah menjadi pemenang, menjadi nyonya, dan tuan rumah di negara sendiri, kata Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Kosmetik Indonesia (Ketum Perkosmi) Dra Nuning S Barwa Apt MBA kepada wartawan usai acara Pembukaan Pameran dan Workshop Produk Industri Kosmetik dan Jamu di kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (11/10). Acara ini dibuka langsung Menteri Perindustrian (Menperin) Ir Mohamad Sulaeman Hidayat SE.
Menurut Nuning, Asosiasi Perkosmi juga telah mempersiapkan anggota “anggotanya untuk menyiapkan tenaga-tenaga skill (terampil) dan profesional pada industri kosmetik agar kalau ada peluang kerja di luar negeri atau di Negara Filipina sebagai salah satu negara tren kosmetik di wilayah ASEAN, tenaga kosmetik dari Indonesia bisa diterima kerja di negara luar. Asosiasi Perkosmi akan menyiapkan industri kecil terutama industri rumah tangga kecil dan menengah, yakni Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), agar mampu mengikuti aturan kosmetik di tingkat ASEAN.
Menjadi pelaku ekonomi global. Integrasi ekonomi dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pelaku usaha nasional (BUMN, swasta, koperasi, dan UKM). Pemahaman bahwa pelaku usaha Indonesia lebih perlu fokus hanya pada pasar domestik di tengah membesarnya kelas menengah nasional hanya akan mengurangi pemanfaatan potensi terbukanya pasar ASEAN. Integrasi kawasan atau regionalisasi juga memberikan peluang usaha, pasar,basis produksi dan investasi pagi pelaku usaha nasional di tingkat regional.
Seminar “Pengembangan Kewirausahaan Perempuan Menghadapi Komunitas Ekonomi ASEAN 2015”. Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) telah dilengkapi dengan Cetak Biru (Blueprint) yang mengidentifikasi langkah-langkah integrasi ekonomi yang akan ditempuh melalui implementasi berbagai komitmen yang rinci dengan sasaran dan target waktu yang jelas. KEA mempunyai empat karakteristik utama yakni mewujudkan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, kawasan dengan pembangunan ekonomi setara, dan kawasan yang terintegrasi ke dalam ekonomi global. Dalam menghadapi pembentukan KEA, salah satu kerja sama yang dikembangkan ASEAN adalah pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Salah satu dasar pertimbangannya adalah bahwa UKM mencakup sekitar 90% dari keseluruhan  perusahaan di ASEAN. ASEAN telah mengesahkan ASEAN Policy Blueprint for SMEs Development 2004-2014, yang bertujuan untuk menjamin adanya transformasi UKM ASEAN yang memiliki daya saing, dinamis, dan inovatif.
Bagi Indonesia, UKM memiliki peran dan kontribusi yang besar bagi perekonomian nasional. Menurut data BPS, pada 2009 UKM menyumbang sekitar 53.3% dari total Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Kebanyakan UKM tersebut bergerak di sektor pertanian,  perdagangan, industri, dan keuangan. Yang mengesankan, peran perempuan dalam  pengembangan UKM Indonesia ternyata sangat signifikan. Sebagaimana dilaporkan MasterCard baru-baru ini, pertumbuhan UKM yang dimiliki perempuan di Indonesia ternyata  berada di peringkat ke tiga tertinggi di Asia Pasifik. Hal ini tentunya merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi kaum perempuan, terutama di tengah upaya Pemerintah mendorong kewirausahaan sebagai salah satu sektor penggerak aktivitas ekonomi. 
http://kemlu.go.id/Pages/PressRelease.aspx?IDP=1054&l=id 
Provinsi Sumatra Barat, Hadapi Ekonomi Global Sumbar Perkuat Lokal.Asean Economic Community tahun 2015. Ketua DPD RI Irman Gusman melakukan serangkaian kegiatan di Sumatera Barat, setelah peresmian pemberian nama jalan simpang Duku-BIM,  jalan Mr. Sutan Moh. Rasyid. Di hari yang sama, sorenya melakukan pencerahan seminar dihadapan kalangan pengusaha dan pelaku ekonomi Sumatera Barat di Auditorium Gubernuran, Kamis (28/2). Hadir dalam kesempatan tersebut wakil gubernur Muslim Kasim, Forokpinda Sumbar, kepala SKPD terkait, staf ahli gubernur bidang SDM dan kemasyarakatan, Surya Budhi, staf ahli gubernur bidang keuangan dan ekonomi, Kabiro Ekonomi, Kabiro Humas, Irwan. Wakil gubernur Muslim Kasim dalam kesempatan tersebut menyampaikan, menghadapi tantangan Asean Economic Community tahun 2015, kita mesti mampu mengimplentasikan pembangunan berbasis potensi lokal, serta berupaya meningkatkan daya saing dalam kancah ekonomi global. Siap tidak siap kondisi mesti kita sikapi secara arif dan bijaksana dengan memperkuat basis ekonomi UKM menumbuhkan semangat kecintaan terhadap produksi sendiri.
http://www.padangtoday.com/?mod=berita&today=detil&id=42699
Keunggulan UMKM dibandingkan usaha besar antara lain: (Nagel 2012). 1) Inovasi teknologi mudah dilakukan dalam upaya pengembangan produk. 2) Hubungan kemanusiaan yang akrab terjalin dalam usaha kecil. 3) Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak atau penyerapan tenaga kerja cukup tinggi. 4) Memilik fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat. 5) Terdapat manajerial yang dinamis dan peran kewirausahaan. Dari keunggulan-keunggulan tersebut, yang paling menonjol adalah adanya kemampuan penyerapan tenaga kerja. UMKM lebih fleksibel daripada USB (Unit Skala Besar). Hal ini terjadi karena pengambilan keputusan dan inovasi pada USB sering terhambat oleh birokrasi yang kaku.
Peran Strategik UMKM. UMKM memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian riil Indonesia. UMKM  berperan dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Data dari BPS 2012 menunjukkan bahwa kontribusi UMKM terhadap PDB Indonesia tahun 2011 sebesar 56,6% dan menyerap 97% dari tenaga kerja nasional. UMKM juga berkontribusi dalam penambahan devisa negara dalam  bentuk penerimaan ekspor sebesar 27.700 milyar dan menciptakan peranan 4,86% terhadap total ekspor (Yoga, 2011 dalam Nagel 2012). Kontribusi UMKM terhadap devisa negara tersebut jauh lebih kecil daripada kontribusi usaha besar, sehingga UMKM lebih diberdayakan. UMKM juga berperan dalam pembentukan investasi nasional. Investasi UMKM mengalami peningkatan dari waktu ke waktu selama periode 2000 - 2011. Berdasarkan laporan statistik usaha kecil menengah pada berbagai edisi antara tahun 2000-2011, dapat diketahui bahwa tahun 2000 investasi UMKM sebesar Rp 133,08 triliun dan meningkat menjadi Rp 275,27 triliun pada tahun 2005. Selain itu UMKM juga berkontribusi dalam upaya  pemerataan pendapatan masyarakat Indonesia. Eksistensi UMKM dapat meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat yang berkecimpung di sektor UMKM baik sebagai pemilik usaha maupun sebagai karyawan. (Lantum et.al , 2012 dalam Nagel 2012)

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
1997-1998
A.    Kesimpulan
Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia tentu saja sering mengalami krisis moneter. Krisis moneter yang paling parah terjadi pada pertengahan tahun 1997, pada saat pemerintahan Presiden Soeharto (Orde Baru). Padahal sebelumnya ,pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada saat itu sangat mengesankan, bahkan mendapat pujian dari Bank Dunia sebagai negara Asia berkinerja tinggi.
Namun, ketika krisis finansial mulai melanda kawasan Asia yang di awali dengan melemahnya nilai tukar Thailand baht terhadap dollar AS, menyebabkan mata uang dollar semakin menguat dan akhirnya berimbas ke rupiah. Hal ini menyebabkan nilai tukar rupiah merosot, dari Rp. 2.500 per dollar AS, menjadi Rp. 3.000 per dollar AS pada minggu ke dua Juli 1997. Bank Indonesia berusaha membuat kebijakan dengan melebarkan rentang kendali rupiah, namun krisis moneter, yang diikuti dengan semakin menipisnya tingkat kepercayaan, membuat nilai rupiah semakin sulit dikontrol.
Langkah Presiden Soeharto mengundang Dana Moneter Internasional pada 8 Oktober 1997 tidak banyak membantu, justru sebaliknya semakin menambah beban hutang yang harus di tanggung rakyat Indonesia. Kebijakan pemerintah menutup 16 bank membuat pelaku usaha semakin hilang arah. Nilai rupiah semakin terperosok pada level Rp. 5.097 per dollar AS. Pada 8 Januari 1998, rupiah semakin melemah menjadi Rp. 9.800 per dollar AS dan mencapai Rp. 11.050 pada akhir Januari 1998.
Jika di cermati, krisis moneter yang terjadi di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh krisis finansial yang melanda kawasan Asia saja, tetapi juga di sebabkan oleh fundamental ekonomi Indonesia yang lemah. Selain itu, akibat melemahnya nilai rupiah terhadap dollar menyebabkan Indonesia kesulitan membayar hutang luar negeri yang sudah menumpuk sebelum krisis moneter terjadi. Hal ini akhirnya berdampak pada kegiatan ekonomi di dalam negeri. Banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan PHK, yang akhirnya semakin menambah jumlah pengangguran di Indonesia. Selain itu, harga bahan-bahan pokok pun meroket naik dan mengalami kelangkaan. Angka kemiskinan semakin bertambah. Banyak rakyat Indonesia yang menderita.
Hal ini akhirnya memicu kerusuhan-kerusuhan yang dilakukan para cendikiawan dan mahasiswa, yang menuntut Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Rangkaian aksi kerusuhan mencapai puncaknya dengan meletusnya Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998. Pada waktu itu, mahasiswa Universitas Trisakti sedang melancarkan aksi unjuk rasa, namun mereka di hadang oleh aparat keamanan, dan terjadilah bentrokan yang mengakibatkan tewasnya empat orang mahasiswa akibat tembakan peluru tajam.
Kerusuhan juga berlangsung di beberapa daerah, telah menimbulkan korban ratusan jiwa dan harta benda. Aksi-aksi kekerasan massa, perusakan, pembakaran, penjarahan, hingga tindakan asusila, menimbulkan kesedihan dan luka yang mendalam bagi bangsa Indonesia.
Dengan kondisi negara yang kacau balau, diantara para demonstran yang tidak juga berhenti melakukan kerusuhan, akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto resmi mengundurkan diri dari jabatannya yang kemudian di gantikan oleh B.J Habibie yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden.
Walaupun banyak masyarakat yang meragukan kemampuannya untuk memimpin bangsa Indonesia, tetapi B.J Habibie telah menunjukan beberapa prestasinya yang mengesankan. Jika di bandingkan dengan kondisi Indonesia pada saat mengalami krisis moneter tahun 1997, pada tahun 1999 telah mengalami perbaikan yang berarti. Pada masanya, Presiden B.J Habibie telah berhasil mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran masyarakat Indonesia. Nilai tukar rupiah kembali menguat serta laju inflasi mulai stabil, bahkan berkisar pada 2% saja. Selain itu kondisi perbankan di Indonesia mulai kembali sehat.

B.     Saran
Kita sebagai generasi muda hendaknya mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada saat indonesia mengalami krisis moneter. Berfikir sebelum bertindak sangat diperlukan. Jangan sampai mengambil tindakan yang dapat merugikan semua kalangan seperti tawuran atau demo yang berakhir dengan anarkis sehingga memakan korban jiwa. Dan bagi pemerintah hendaknya lebih memperhatikan sistem perekonomian di indonesia sehingga krisis moneter seperti yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 tidak terulang kembali.




2015
Beberapa tantangan MEA, seperti lapangan tenaga kerja yang ada di Indonesia hanya akan menaikkan angka pengangguran itu sendiri, karena tidak berdampak pada  peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia, khususnya buruh yang tidak memiliki sertifikasi pendidikan seperti buruh-buruh yang didatangkan dari China, bahkan Vietnam yang tidak lebih baik tingkat kesejahteraan pekerjanya dari Indonesia. Bila Indonesia tidak siap, maka aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan modal, terlihat sebagai ancaman daripada peluang.
Tantangan lainnya adalah jurang horizontal antara negara dengan kelas ekonomi maju dan yang masih menengah dan maju. Jurang vertikal antara negara yang demokratis liberal dan masih otoriter. Bagaimana kita membangun komunitas kalau nilai-nilai yang menjadi pengikat berbeda dan taraf kehidupan berbeda.
ASEAN Economic Community yang dibentuk dengan misi menjadikan  perekonomian di ASEAN menjadi lebih baik serta mampu bersaing dengan Negara-negara yang perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan kondisi Negara ASEAN saat ini. Selain itu juga dengan terwujudnya ASEAN Community yang dimana di dalamnya terdapat AEC, dapat menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih strategis di kancah Internasional, kita mengharapkan dengan terwujudnya komunitas masyarakat ekonomi ASEAN ini dapat membuka mata semua pihak, sehingga terjadi suatu dialog antar sektor yang dimana nantinya  juga saling melengkapi diantara para stakeholder sektor ekonomi di Negara negara ASEAN ini sangat penting.
Tantangan Indonesia ke depan adalah mewujudkan perubahan yang berarti bagi kehidupan keseharian masyarakatnya. Semoga seluruh masyarakat Indonesia kita ini bisa membantu untuk mewujudkan kehidupan ekonomi dan sosial yang layak agar kita bisa segera mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015.
Peluang yang sudah terbuka ini, kalau tidak segera dimanfaatkan, kita akan tertinggal, karena proses ini juga diikuti gerak negara lain dan hal itu terus bergulir. Kita harus segera berbenah diri untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia yang kompetitif dan  berkulitas global. Menuju tahun 2015 tidaklah lama, Sudah siapkah kita akan Tantangan dan  peluang bagi kalangan profesional muda kita/mahasiswa untuk tidak terbengong-bengong menyaksikan lalu-lalang tenaga asing di wilayah kita? Bapak I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM menyampaikan apabila Indonesia tidak mendorong daya saing dan nilai tambah atas barang/produk yang diproduksi, maka Indonesia dapat kehilangan perannya di kawasan dan menjadi objek kemajuan pembangunan di kawasan tanpa memperoleh keutungan yang maksimal.
SARAN
Jika Indonesia mampu mengantisipasi, pengaruh liberalisasi akan mengarah pada efisiensi pasar jasa. Dampaknya adalah pilihan bagi konsumen meningkat, produktivitas meningkat, serta persaingan yang lebih sehat di dorong.
Pencapaian MEA dilakukan melalui empat tahapan strategis, meliputi : pencapaian  pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing,  pertumbuhan ekonomi yang merata dan terintegrasi dengan perekonomian global.
Menghadapi tantangan itu HIPMI mulai menyiapkan sejumlah langkah menghadapi  persaingan ekonomi pada 2020. "Indonesia harus menjadi pemain dalam komunitas ekonomi ASEAN," kata Oktohari. Untuk menghadapi itu semua, paparnya, mulai saat ini HIPMI telah mengambil sejumlah langkah antara lain menyiapkan dan memberikan mentoring pada  pengusaha pemula agar mampu menghadapi persaingan baik di dalam negeri, kawasan dan global. Selain itu, katanya, HIPMI juga memberikan perhatian pada pengusaha-pengusaha lokal atau di daerah agar dapat mengembangkan usahanya sekaligus memperluas pasar  produksi barang-barang mereka.
Program kebijakan penguatan daya saing telah mendapatkan perhatian khusus dari  pemerintah, antara lain penguatan UKM nasional. Hal tersebut penting untuk memfasilitasi UKM nasional yang berdaya saing tinggi, inovatif, dan kreatif, serta mampu melakukan  perluasan pasar dari Komunitas Ekonomi ASEAN.


Daftar pustaka

14/10/2012http://suarajakarta.com/2012/10/14/kesiapan-masyarakat-indonesia-menuju-masyarakat-ekonomi-asean-2015/(diakses Senin 25 Februari 2013; 22.06)
http://dimastidano.wordpress.com/2012/11/28/masyarakat-ekonomi-asean-2015-peluang- atau-14ancaman/(diakses Senin 25 Februari 2013; 22.16)
http://ekbis.sindonews.com/read/2012/11/26/39/691517/menjadi-pelaku-ekonomi-global. (diakses Selasa 26 Februari 2013; 22.27)
http://kabarbisnis.com/read/2832872 (diakses Selasa 26 Februari 2013; 22.37)
http://kemlu.go.id/Pages/PressRelease.aspx?IDP=1054&l=id (diakses Jumat 1 Maret 2013; 22.45)
http://www.analisadaily.com/news/read/2012/10/31/84452/jalan_menuju_masyarakat_ekonomi_ asean_2015/#.USzG9KUa6AN (diakses Sabtu 2 Maret 2013; 22.42)
http://www.beritasatu.com/asia/41368-masyarakat-ekonomi-tunggal-asean-2015.html (diakses Sabtu 2 Maret 2013; 22.53)  
http://www.madina.co.id/index.php/ekonomi/9659-ubah-segmentasi-ekonomi-masyarakat-asean-2015-jadi-sebuah-peluang (diakses Sabtu 2 Maret 2013; 21.55) http://www.padang-today.com/?mod=berita&today=detil&id=42699 (diakses Sabtu 2 Maret 2013; 21.58)
peluang-indonesia-hadapi-asean-economic-community-di-seminar-feb(diakses Sabtu 2 Maret 2013; 22.11)
Kompas 24, Desember 2012 hal 6
Kompas 31 Januari 2013 hal 6
Kompas, 18 Januari 2013 hal 20  
Nagel, P. Julius F. 2012. Kecerdasan Kewirausahaan (Entre-Q) Untuk Meningkatkan Daya Saing UMKM. Disampaikan Dalam Seminar Nasional Dan Call For Papers “Orientasi Kewirausahaan Untuk Meningkatkan Daya Saing UMKM”. Diselenggarakan Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen Universitas Jendral Soedirman Purwokerto 21  November 2012.

 nb : ini merupakan tugas kelompok untuk mata kuliah Perekonomian Indonesia