Jumat, 29 April 2016

Penggelapan Pajak

Pengertian Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku. Penggelapan pajak (tax evasion) secara umum bersifat melawan hukum (ilegal) dan mencakup perbuatan sengaja tidak melaporkan secara lengkap dan benar obyek pajak atau perbuatan melanggar hukum (fraud) lainnya.
Penggelapan pajak terjadi sebelum SKP dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya.
Contoh kasus penggelapan pajak :
Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, omzet 10 milyar hanya dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan sebesar 5 milyar misalnya.
1. Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan biaya fiktif;
2. Transaksi export fiktif,
3. Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan

Wajib pajak kecil cenderung melakukan penggelapan pajak (Tax Evation). Karena:
1. Tidak punya kemampuan untuk mencari celah undang-undang pajak.
2. Apabila dokter/profesional bebas menyembunyikan sebahagian pendapatannya, kecil         kemungkinan diketahui oleh fiscus karena dia sendiri yang mencatat penghasilannya.
3. Penghasilan para profesional bebas sulit dilacak oleh fiscus karena biaya yang dibayar oleh pasien kepada dokter tidak mengurangi penghasilan kena pajak seseorang. Biaya tersebut dianggap sebagai konsumsi.

Akibat-Akibat Penggelapan Pajak
a) Dalam bidang keuangan

Pengelakan pajak merupakan pos kerugian bagi kas negara karena dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara anggaran dan konsekuensi-konsekuensi lain yang berhubungan dengan itu, seperti kenaikan tarif pajak, keadaan inflasi, dll.
b) Dalam bidang ekonomi
Pengelakan pajak sangat mempengaruhi persaingan sehat diantara para pengusaha. Maksudnya, pengusaha yang melakukan pengelakan pajak dengan cara menekan biayanya secara tidak wajar. Sehingga, perusahaan yang mengelakkan pajak memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan pengusaha yang jujur. Walaupun dengan usaha dan produktifitas yang sama, si pengelak pajak mendapat keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pengusaha yang jujur. Pengelakan pajak menyebabkan stagnasi (macetnya) pertumbuhan ekonomi atau perputaran roda ekonomi. Jika mereka terbiasa melakukan pengelakan pajak, mereka tidak akan meningkatkan produktifitas mereka. Untuk memperoleh laba yang lebih besar, mereka akan melakukan pengelakan pajak. Langkanya modal karena wajib pajak berusaha menyembunyikan penghasilannya agar tidak diketahui fiscus. Sehingga mereka tidak berani menawarkan uang hasil penggelapan pajak tersebut ke pasar modal.
c) Dalam bidang psikologi
Jika wajib pajak terbiasa melakukan penggelapan pajak, itu sama saja membiasakan untuk selalu melanggar undang-undang. Jika wajib pajak menggelapkan pajak, maka wajib pajak mendapatkan keuntungan bersih yang lebih besar. Jika perbuatannya melangggar undang-undang tidak diketahui oleh fiscus, maka dia akan senang karena tidak terkena sangsi dan menimbulkan keinginan untuk mengulangi perbuatannya itu lagi pada tahun-tahun berikutnya dan diperluas lagi tidak hanya pada pelanggaran undang-undang pajak, tetapi juga undang-undang yang lainnya.

Undang-Undang Penggelapan Pajak
Tindak pidana di bidang perpajakan termasuk kategori tindak pidana di bidang hukum administrasi yang dikenal sederhana dan lentur dalam penegakan hukumnya sepanjang tujuan dari hukum tersebut tercapai, yaitu Wajib Pajak membayar pajak sesuai dengan kewajibannya. Pidana di bidang perpajakan pada dasarnya merupakan upaya terakhir meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Kepatuhan Wajib Pajak sendiri berkaitan dengan penerimaan pajak. Secara filosofis, pidana perpajakan tidak ditujukan untuk pemiskinan pelakunya namun dapat berefek pada pemiskinan pelakunya termasuk pelaku korupsi.
Secara umum, proses pidana di bidang perpajakan berawal dari pemeriksaan bukti permulaan (bukper) yang dilakukan oleh Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS) di Ditjen Pajak terhadap orang yang terindikasi melakukan tindak pidana perpajakan. Pemeriksaan bukper pada dasarnya merupakan pengembangan dan analisis informasi, data, laporan dan pengaduan (IDLP) yang dimiliki Ditjen Pajak. Bentuk tindak pidana perpajakan dan hukumannya diantaranya diatur dalam pasal 38, pasal 39 dan pasal 39A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Pemeriksaan bukper akan berlanjut pada tahap penyidikan dan penuntutan oleh Kejaksaan, lalu disidangkan di pengadilan hingga jatuhnya vonis.
Karena pidana perpajakan bersifat lentur maka sesuai dengan UU KUP terdapat beberapa ketentuan yang mengatur kemungkinan Wajib Pajak yang terindikasi melakukan pidana perpajakan menyelesaikan perkaranya sebelum tahap penuntutan sehingga tidak sampai jatuh vonis pidana perpajakan. Tentu tujuan adanya ketentuan ini agar Wajib Pajak membayar pajak sesuai kewajibannya, sehingga tidak diperlukan upaya terakhir berupa sanksi pidana perpajakan. Ketentuan yang mengatur pidana perpajakan namun tidak sampai dihukum dengan sanksi pidana perpajakan diantaranya diatur dalam pasal 13A, pasal 8 ayat (3) dan pasal 44B UU KUP.
Penerapan pasal 38, pasal 39 dan pasal 39A UU KUP akan berujung pada putusan pengadilan berupa hukuman kurungan dan denda pidana dalam jumlah tertentu. Proses pidana perpajakan sampai dengan putusan pengadilan melibatkan pihak Ditjen Pajak, Kejaksaan dan Pengadilan. Denda pidana yang dikenakan kepada pelaku juga terbilang tinggi, misalnya denda pidana pasal 38 UU KUP berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Denda tersebut akan masuk sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Penerapan pasal 13A, pasal 8 ayat (3) dan pasal 44B UU KUP memberikan kemungkinan kepada pelaku pidana perpajakan untuk melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasinya dan tidak sampai divonis putusan pengadilan. Artinya pelaku terhindar dari hukuman pidana perpajakan berupa kurungan dan denda. Pelaku cukup melunasi kekurangan pembayaran pajak beserta sanksi administrasinya sebelum penyidikan atau penuntutan. Proses penerapan pasal 13A dan pasal 8 ayat (3) UU KUP terjadi di Ditjen Pajak, dan proses pasal 44B UU KUP selain melibatkan Ditjen Pajak juga melibatkan Kejaksaan. Proses penuntutan dan pengadilan tidak perlu dilakukan dalam penerapan pasal-pasal ini.
Pada tahun 2011, Ditjen Pajak telah menyelesaikan 389 pemeriksaan bukti permulaan dan 49 di antaranya diusulkan untuk ditingkatkan ke penyidikan. Modus pidana perpajakan yang sering terjadi adalah penerbit faktur pajak bermasalah yang mengacu pada Pasal 39A UU KUP (65%), dan disusul dengan penggelapan omzet (17%) yang mengacu pada Pasal 39 UU KUP.
Dalam kaitan dengan memiskinkan pelaku korupsi, Ditjen Pajak perlu menetapkan kebijakan berkaitan dengan pelaku korupsi secara eksplisit. Misalnya dengan memasukkan usulan pemeriksaan bukper bagi pelaku korupsi dalam kebijakan strategis Ditjen Pajak di masa depan. Dalam penerapannya, Ditjen Pajak perlu mengupayakan penerapan pasal-pasal yang memungkinkan penyelesaian perkara pidana perpajakan sebelum penuntutan dan putusan pengadilan. Dengan upaya ini, Ditjen Pajak mendapatkan dua manfaat. Pertama, efisiensi waktu dalam penyelesaian perkara, karena tidak mengulur terlalu lama hingga keluarnya putusan pengadilan. Kedua, pelunasan utang pajak beserta sanksinya akan masuk dan menambah penerimaan pajak.
Pemiskinan korupsi dengan menambah beban pajak tentu perlu didukung. Namun Ditjen Pajak dengan core business-nya, perlu menyusun upaya terbaik dalam membantu pemiskinan pelaku korupsi. Penerapan pemeriksaan bukper secara besar-besaran kepada pelaku korupsi dan menyelesaikannya sebelum penuntutan dan putusan pengadilan adalah upaya terbaik yang dapat dilakukan. Tentu Ditjen Pajak perlu meningkatkan integritas dan pengawasan aparatnya, agar prosesnya berjalan dengan seharusnya. Dan bila pelaku korupsi yang juga pelaku pidana perpajakan sudah disidik, dan tidak bersedia untuk membayar pajak sesuai kewajibannya, maka putusan pidana menjadi jalan terakhir sekalipun denda yang diterima tidak masuk sebagai penerimaan pajak

Contoh Kasus Penggelapan Pajak
Kasus Penggelapan Pajak Oleh PT. Asian Agri Group

PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun). 

Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.

Pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.

Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan. Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeledahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.

Berdasarkan hasil penyelidikan  tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Selain itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.

Terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari pemberitaan investigatif Tempo – baik koran maupun majalah – dan pengungkapan dari Vincent. Dalam konteks pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut tergolong perkara kakap, mustinya dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai whistle blower. Kenyataannya, dua pihak ini di-blaming. Alih-alih memberikan perlindungan, aparat penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan para whistle blower ini. Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang – karena memang dia, bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG. 

Solusi penyelesaian Kasus Asian Agri: Di Dalam atau Luar Pegadilan?

PT Asian Agri Group (AAG) diduga telah melakukan penggelapan pajak (tax evasion)selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah. 
peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi pidana penjara dan denda yang cukup berat, akan tetapi nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan para penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007 membuka peluang out of court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda. 
Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat diselesaikan di luar sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.

Tidak Hanya Urusan Pajak

Menilik modus operandi dalam kasus ini, penggelapan pajak bukanlah satu-satunya perbuatan pidana yang bisa didakwakan kepada Asian Agri Group. Penyidikan terhadap Asian Agri Group juga dapat dikembangkan pada tindak pidana pencucian uang (money laundering).Dalam hal itu, penggelapan pajak oleh Asian Agri Group perlu dilihat sebagai kejahatan asal (predict crime) dari tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana lazimnya, kejahatan pencucian uang tidak berdiri sendiri dan terkait dengan kejahatan lain. Kegiatan pencucian uang adalah cara untuk menghapuskan bukti dan menyamarkan asal-usul keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnyaDalam kasus ini, penggelapan pajak dapat menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan pencucian uang.

Asian Agri Group mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban pajak yang semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri (Mauritius, Hongkong Macao, dan British Virgin Island)Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) kelompok usaha Asian Agri Group kepada Ditjen Pajak telah direkayasa sehingga kondisinya seolah merugi (Lihat pernyataan Darmin Nasution, Direktur Jenderal Pajak, mengenai rekayasa SPT itu). Modus semacam itu memang biasa dilakukan dalam kejahatan pencucian uang, sebagaimana juga diungkapkan oleh Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Hussein mengenai profile, karakteristik, dan pola transaksi keuangan yang tidak beres sebagai indikasi kuat adanya money laundering (Metro TV, 8/1/2008).

kasus Asian Agri adalah cermin sempurna bagi penegak hukum kita.Dari situ tergambar, sebagian dari mereka tidak sungguh-sungguh menegakkan keadilan, malah berusaha menyiasati hukum dengan segala cara. Tujuannya boleh jadi buat melindungi orang kaya yang diduga melakukan kejahatan. Dan kalau perlu dilakukan dengan cara mengorbankan orang yang lemah.Persepsi itu muncul setelah petugas Kepolisian Daerah Metro Jaya bersentuhan dengan kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri, salah satu perusahaan milik taipan superkaya, Sukanto Tanoto. Kejahatan ini diperkirakan merugikan negara Rp 786 miliar. Polisi amat bersemangat mengusut Vincentius Amin Sutanto, bekas pengontrol keuangan perusahaan itu, hingga akhirnya dihukum 11 tahun penjara pada Agustus lalu. Padahal justru dialah yang membongkar dugaan penggelapan pajak dan money laundering oleh Asian Agri. Pemerintah mestinya berterima kasih kepada mereka. 

 Jika kasus ini segera ditangani dengan tuntas, amat besar uang negara yang bisa diselamatkan.Upaya ini juga akan mencegah pengusaha lain melakukan penyelewengan serupa, sehingga tujuan pemerintah mendongkrak penerimaan pajak tercapai.Tidak sewajarnya polisi mengkhianati program pemerintah. Mereka seharusnya segera mengusut pula dugaan pencucian uang yang dilakukan Asian Agri. Perusahaan ini diduga menyembunyikan hasil "penghematan" pajak ke berbagai bank di luar negeri. Inilah yang mestinya diprioritaskan dibanding membidik orang yang justru membantu membongkar dugaan penggelapan pajak.

Referensi :
                                                                                                                                                           


Cyber Crime


  • Pengertian Cyber Crime

Cybercrime dapat diartikan sebagai kegiatan illegal dengan perantara computer atau peralatan lainnya teknology yang mendukung sarana teknology seperti handphone,smartphone dan lainnya yang dapat dilakukan melalui jaringan elektronik global, atau suatu upaya memasuki/ menggunakan fasilitas computer/ jaringan computer tanpa ijin dan melawan hukum atau tanpa menyebabkan perubahan atau kerusakan pada fasilitas komputer yang dimasuki atau digunakan tersebut atau kejahatan yang dengan menggunakan sarana media elektronik internet (merupakan kejahatan dunia alam maya) atau kejahatan dibidang komputer, dan terdapat difinisi yang lain yaitu sebagai kejahatan komputer yang ditujukan kepada sistem atau jaringan komputer, yang mencakup segala bentuk baru kejahatan yang menggunakan bantuan sarana media elektronik internet. Dengan demikian Cyber Crime merupakan suatu tindak kejahatan didunia alam maya, yang dianggap betentangan atau melawan undang-undang yang berlaku. Perbedaannya dengan kejahatan konvensional dapat dilihat dari dari kemampuan serbaguna yang ditampilkan akibat perkembangan informasi dan technology komunikasi yang semaken canggih . 
Contoh : komunikasi melalui internet membuat pelaku kejahatan lebih mudah beraksi melewati batas Negara untuk melakukan kejahatannya tersebut. Internet juga membuat kejahatan semaken terorganisir dengan kecanggihan technology guna mendukung dan mengembangkan jaringan untuk perdagangan obat, pencucian uang, perdagangan senjata illegal , penyelundupan , dll.  

Cybercrime dalam arti sempit ( computer crime ): setiap perilaku ilegal yang ditujukan dengan sengaja pada operasi elektronik yang menargetkan system keamanan computer dan data yang diproses oleh system computer tersebut , atau singkatnya tindak pidana yang dilakukan dengan menggunakan teknologi yang canggih

  .
Cybercrime dalam arti luas ( computer related crime atau kejahatan yang berkaitan dengan computer ) : setiap perilaku illegal yang dilakukan dengan maksud atau berhubungan dengan system computer atau jaringan , atau singkatnya tindak pidana apa saja yang dilakukan dengan memakai computer ( hardware dan software ) sebagai sarana atau alat, computer sebagai objek baik untuk memperoleh keuntungan atau tidak, dengan merugikan pihak lain.


·         Konsep Dasar Cyber Crime

Pada awalnya, cyber crime didefinisikan sebagai kejahatan komputer.Menurut mandell dalam Suhariyanto (2012:10) disebutkan ada dua kegiatan Computer Crime:


1. Penggunaan komputer untuk melaksanakan perbuatan penipuan, pencurian atau penyembunyian yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan keuangan, keuntungan bisnis,kekayaan atau pelayanan.

2. Ancaman terhadap komputer itu sendiri, seperti pencurian perangkat keras atau lunak, sabotase dan pemerasan. Pada dasarnya cybercrime meliputi tindak pidana yang berkenaan dengan sistem informasi baik sisteminformasi itu sendiri juga sistem komunikasi yang merupakan sarana untuk penyampaian/pertukaraninformasi kepada pihak lainnya.


·         Jenis-jenis Hacker

Hacker dibedakan menjadi beberapa bagian, yaitu antara lain sebagai berikut:


1. White Hat Hacker
White Hat Hacker ialah hacker yang memegang teguh standar etika, akses ke sistem komputer dilakukan bukan untuk tujuan yang merugikan, tetapi untuk menguji ketahanan sistem tersebut. Jadi, hacker jenis ini senang mempelajari sebuah jaringan sistem, bahkan banyak dari mereka yang disewa sebagai konsultan keamanan. White Hat Hacker inilah ialah hacker yang sebenarnya.

2. Black Hat Hacker

Black Hat Hacker ialah jenis hacker yang aktivitasnya menerobos sistem keamanan komputer untuk melakukan kerusakan, seperti: cara menghapus berkas, identitas pencurian, penipuan kartu kredit dan berbagi aktvitas lainnya yang merugikan. Hacker jenis ini disebut juga sebagai chacker.


3. Grey Hat Hacker
Grey Hat Hacker ialah seseorang yang menganut standar etika ganda dalam melaksanakan hackingnya. Sekali Waktu hacker mungkin ini menjunjung etika hacker, namun di waktu yang lain aktivitasnya melanggar batas-batas hukum. Jadi, Kelompok hacker ini berada di hacker topi antara white dan black hat hacker.

4. Script Kiddie Hacker
Script Kiddie Hacker ialah seseorang yang tidak mahir dengan sistem komputer, namun seseorang ini mampu menerobos sebuah sistem komputer dengan menggunakan perangkat lunak atau yang dibuat orang lain.

5. Hacktivist Hacker
Hacktivist Hacker ialah jenis hacker yang menggunakan kemampuannya untuk menyebarkan pesan-pesan tertentu, seperti (politik, agama, ideologi, dll). Mereka melakukan kerusakan situs untuk menampilkan pesan mereka di situs korban.

Undang-undang Yang Mengatur Tentang Cybercrime

1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE) Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.


a) Pasal 27 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Diatur pula dalam KUHP pasal 282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.

b) Pasal 28 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
c) Pasal 29 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasaan atau menakut-nakuti yang dutujukkan secara pribadi (Cyber Stalking). Ancaman pidana pasal 45 (3) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
d) Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses computer dan/atau system elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memebuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
e) Pasal 33 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya system elektronik dan/atau mengakibatkan system elektronik menjadi tidak bekerja sebagaiman mestinya.
f) Pasal 34 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan atau memiliki.
g) Pasal 35 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut seolah-olah data yang otentik (Phising = penipuan situs).

2) Kitab Undang Undang Hukum Pidana



  • Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding.
  • Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan.
  • Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui   e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa       yang diinginkannya.
  • Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media Internet.
  • Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
  • Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi.
  • Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang.
  • Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain.

3) Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Menurut Pasal 1 angka (8) Undang – Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut.

4) Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Menurut Pasal 1 angka (1) Undang – Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

5) Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya Compact Disk – Read Only Memory (CD – ROM), dan Write – Once -Read – Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.

6) Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan.


7) Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme. karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list. 


Contoh Kasus

  •  PENGACAKAN SITUS-SITUS WEB

          Saat ini penanganan kejahatan di dunia maya (cyber crime) masih minim, padahal Indonesia termasuk negara dengan kasus cyber crime tertinggi di bawah Ukrania. Penanganan kasus kejahatan jenis ini memang membutuhkan kemampuan khusus dari para penegak hukum.
        Dari kasus-kasus yang terungkap selama ini, pelaku diketahui memiliki tingkat kepandaian di atas rata-rata. Selain karena motif ekonomi, sebagian hacker melakukan tindakan merusak website orang lain hanya sekadar untuk pamer kemampuan. Kasus terakhir, Rizky Martin, 27, alias Steve Rass, 28, dan Texanto alias Doni Michael melakukan transaksi pembelian barang atas nama Tim Tamsin Invex Corp, perusahaan yang berlokasi di AS melalui internet. Keduanya menjebol kartu kredit melalui internet banking sebesar Rp350 juta. Dua pelaku ditangkap aparat Cyber Crime Polda Metro Jaya pada 10 Juni 2008 di sebuah warnet di kawasan Lenteng Agung, Jaksel. Awal Mei 2008 lalu, Mabes Polri menangkap “hacker” bernama Iqra Syafaat, 24, di satu warnet di Batam, Riau, setelah melacak IP addressnya dengan nick name Nogra alias Iqra. Pemuda tamatan SMA tersebut dinilai polisi berotak encer dan cukup dikenal di kalangan hacker. Dia pernah menjebol data sebuah website lalu menjualnya ke perusahaan asing senilai Rp600 ribu dolar atau sekitar Rp6 miliar. Dalam pengakuannya, hacker lokal ini sudah pernah menjebol 1.257 situs jaringan yang umumnya milik luar negeri. Bahkan situs Presiden SBY pernah akan diganggu, tapi dia mengurungkan niatnya.
         Kasus lain yang pernah diungkap polisi pada tahun 2004 ialah saat situs milik KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang juga diganggu hacker. Tampilan lambang 24 partai diganti dengan nama ‘partai jambu’, ‘partai cucak rowo’ dan lainnya. Pelakunya, diketahui kemudian, bernama Dani Firmansyah,24, mahasiswa asal Bandung yang kemudian ditangkap Polda Metro Jaya. Motivasi pelaku, konon, hanya ingin menjajal sistem pengamanan di situs milik KPU yang dibeli pemerintah seharga Rp 200 miliar itu. Dan ternyata berhasil.


Analisa:

seperti yang kita ketahui pera pelaku cyber merupakan orang-orang yang mempunyai kemampuan diatas rata-rata, namun cukup di sayangkan jalan dan pemikiran mereka berada dijalur yang salah, untuk itu sebaiknya pemerintah mengambil tindakan tidak hanya menghukum mereka tetapi juga diberikan pengarahan dan bimbingan sehingga keahlian mereka tidak lagi merugikan tetapi dapat menguntungkan dan bermanfaat

  • PEMBOBOLAN BANK


INILAH.COM, Jakarta – Pencurian uang nasabah terus marak terjadi di Jakarta, dan kota-kota besar lainnya. Kali ini polisi mengungkap pencurian uang nasabah bank melalui layanan internet banking, yang disediakan pihak bank.
“Tersangka mengambil uang dengan membobol user ID atau data nasabah. Milik korban berinisial AS dan WRS,” kata Kasat Cyber Crime Polda Metro Jaya, AKBP Winston Tommy Watuliu, dalam keterangan persnya di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (2/2).
Selanjutnya, kata Winston, pelaku melakukan pengacakan password nasabah dengan menggunakan data-data pribadi para korban. Setelah berhasil menemukan password, maka uang nasabah yang tercantum di-usser ID itu dipindahkan ke beberapa rekening penampung, dan selanjutnya uang yang berhasil dicuri digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Pelaku melakukan konfigurasi pin ke pasword, dengan megunakan data-data lahir nasabah, yang dilakukan untuk menggunakan pembobolan,” jelas Winston.

Dia menjelaskan, umumnya nasabah bank menggunakan tanggal lahir sebagai nomor pin atau password ID di layanan internet banking bank tersebut. Sehingga pelaku dapat dengan mudah menggasak uang nasabah, ketika pin yang dimasukan cocok dengan milik nasabah.

“Diupayakan data rahasia nasabah bank jangan menggunakan data yang diketahui orang lain, seperti tanggal lahir,” imbuhnya.

Ditanya nama bank swasta yang dirugikan dalam kasus ini, Winston enggan membeberkan nama bank tersebut. Dia hanya mengatakan hanya 1 bank saja yang dirugikan dalam kasus ini. Lebih lanjut dia mengatakan, kasus ini terjadi pada 25 Januari 2009 sampai Agustus 2009, di kawasan Jakarta Selatan.
Dalam kasus polisi telah menetapkan seorang tersangka dan melakukan penahanan, terhadap pria berinisial EYN, usia sekitar 30 tahun. Sedangkan seorang tersangka lainnya berinisial HH masih dalam pencarian.
“EYN profesinya jobless (pengangguran), sebelumnya dia bekerja sebagai karyawan swasta,” paparnya. Dia mengatakan, EYN berlatar pendidikan S1 perguruan tinggi di Jakarta, dan tidak memiliki riwayat bekerja pada perusahaan perbankan.
Tersangka terancam pasal 363 KUHP, UU No 25 Tahun 2003 tentang pencucian uang, dan UU No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Dengan ancaman hukuman lebih dari 4 tahun penjara.
Ada pun barang bukti yang disita polisi antara lain, 1 buah lapotop, 1 buah modem internet, 1 buah flash disk, dan 1 buah telepon genggam. Dalam kejahatan ini, sedikitnya 2 orang menjadi korban pembobolan rekening via internet banking tersebut, yakni AS dengan kerugian RP 60 juta dan WRS dengan kerugian sebesar Rp 610 ribu. Keduanya merupakan karyawan swasta.

Di Indonesia pernah terjadi kasus cybercrime yang berkaitan dengan kejahatan bisnis, tahun 2000 beberapa situs atau web Indonesia diacak-acak oleh cracker yang menamakan dirinya Fabianclone dan naisenodni. Situs tersebut adalah antara lain milik BCA, Bursa Efek Jakarta dan Indosatnet (Agus Raharjo, 2002.37).
Selanjutnya pada bulan September dan Oktober 2000, seorang craker dengan julukan fabianclone berhasil menjebol web milik Bank Bali. Bank ini memberikan layanan internet banking pada nasabahnya. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar dan mengakibatkan terputusnya layanan nasabah (Agus Raharjo 2002:38).
Kejahatan lainnya yang dikategorikan sebagai cybercrime dalam kejahatan bisnis adalah Cyber Fraud, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan melakukan penipuan lewat internet, salah satu diantaranya adalah dengan melakukan kejahatan terlebih dahulu yaitu mencuri nomor kartu kredit orang lain dengan meng-hack atau membobol situs pada internet.


Analisa :

Kesigapan dan kewaspadaan kita sebagai nasabah bank untuk mengantisipasi hal tersebut haruslah secermat mungkin. Contohnya, jangan menggunakan password atau nomor PIN dengan tanggal lahir ataupun kombinasi angka yang dapat dengan mudah diketahui orang. Kita sebagai nasabah memang diberikan kemudahan dengan fitur serta fasilitas canggih dari pihak bank. Namun, di era globalisasi saat ini, teknologi yang semakin maju merupakan buah simalakama apabila kita tidak dapat mengantisipasinya. Tetapi, kita tidak boleh takut untuk menghadapi perubahan zaman. Seyogyanya teknologi itu diciptakan adalah untuk mempermudah manusia di dalam kehidupan sehari-hari. Jadi jangan takut untuk menggunakan teknologi asal tepat guna serta selalu waspada untuk mengantisipasi kejahatan dunia cyber yang akan semakin marak.


Referensi :




Kamis, 07 April 2016

E-Commerce

  • Pengertian E-Commerce
Electronic Commerce (E-Commerce) atau perdagangan secara elektronik adalah perdagangan yang dilakukan dengan memanfaatkan jaringan telekomunikasi, terutama internet. Internet memungkinkan orang atau organisasi yang berada pada jatakyangjauh dapat saling berkomunikasi dengan biaya yang murah. Hal ini kemudian dimanfaatkan untuk melakukan transaksi perdagangan. 
  • Jenis-Jenis E-Commerce
E-Commerce terdiri atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut :

1. Collaborative Commerce (C-Commerce)
Kerjasama secara elektronik antara rekan bisnis. Kerja sama ini biasanya terjadi antara rekan bisnis yang berada pada jalur penyediaan barang (supply Chain).

2. Business-to-Consumers (B2C)

Penjual adalah suatu organisasi dan pembeli adalah individu.



                               

Jenis bisnis ini sebenarnya adalah online shop atau toko online yang memiliki alamat website sendiri, lalu menjual produknya sendiri secara langsung kepada konsumen. Model bisnis ini memiliki fokus utama yakni untuk mendapat profit dari penjualan produknya. Misalnya, LazadaBhineka,BerryBenkaBilna dan Tiket .

3. Consumer-to-Business (C2B)

C2B (Consumer to Business) merupakan kebalikan dari Business to Consumer (B2C), dimana konsumen akhir bertindak sebagai penjual sedangkan perusahaan bertindak sebagai pembeli dan aktivitas ini dilakukan secara elektronis yang tentunya dengan menggunakan jaringan internet.
Contoh C2B  Yaitu :

- Google Play (http://play.google.com/)
Google Play adalah layanan konten digital milik Google yang melingkupi toko untuk produk-produk seperti musik/lagu, buku, aplikasi, permainan. Para pengembang dapat mengupload produk – produk nya di google play. Produk yang telah di upload ke google play kemudian akan ditawarkan oleh google ke pengguna. Dengan kerjasama ini berarti pengembang bertindak sebagai consumer dan google sebagai business yang menampung produk- produk dari para pengembang

- MBT (www.mybloggerthemes.com)
MBT (My Blogger Themes) adalah sebuah situs yang menjual template – template blog dari berbagai pengembang template. Pembuat template dapat mengupload template yang dibuatnya pada link yang telah disediakan oleh MBT, kemudian MBT akan Menjual Template Yang telah di upload dan berbagi keuntungan dengan pembuat template.


4. Consumer-to-consumer
Penjualan barang atau layanan antara individu.



Model bisnis C2C ini disebut dengan marketplace, marketplace sebagai fasilitator untuk penjual dan pembeli melakukan transaksi (rekening bersama). Selain itu biasanya marketplace juga menyediakan layanan khusus untuk penjual mempromosikan barang atau produknya. Misalnya, Bukalapakdan Tokopedia.

5. Intrabusiness(Intraorganizational)Commerce

Pada jenis ini, organisasi menggunakan E-Commerce untuk meningkatkan kegiatan operasi organisasinya. Hal ini dikenal juga dengan sebutan Businessto- Employee (B2E).

6. Government-to-Citizens (G2C) and to others

Pemerintah menyediakan layanan kepada masyarakat melalui teknologi ECommerce. Pemerintah juga dapat melakukan bisnis dengan pemerintah lain (Government-to-Government / G2G) demikian juga dengan organisasi lain (Government-to-Business / G2B)

7. Mobile Commerce (m-Commerce)

E-Commerce yang dilaksanakan pada lingkungan tanpa kabel (wireless environment), seperti menggunakan telepon seluler untuk akses internet.


  • Pengadilan yang Berwenang Mengadili Sengketa Transaksi E-Commerce

Apabila dalam transaksi e-commerce terjadi sengketa antara para pihak yang berbeda negara, maka selain dikenal adanya pilihan hukum juga dikenal adanya pilihan Yuridiksi(Choice of Forum). Pilihan yuridiksi ini bermakna, bahwa para pihak di dalam kontrak akan bersepakat memilih pengadilan negara manakah yang berwenang mengadili perkara mereka. Dalam hal transaksi e-commerce dilakukan antara perseorangan bukan berbentuk badan usaha, untuk mengetahui pengadilan negara yang berwenang mengadili sengketa yang terjadi, maka dapat dilihat pada pilihan yuridiksi sebagaimana disebutkan di atas.
Apabila dalam kontrak e-commerce antar negara, para pihak telah menentukan pilihan yuridiksi baik secara tegas maupun secara diam-diam, maka pengadilan sebagaimana ditentukan dalam kontrak tersebutlah yang diberlakukan. Begitu pula dalam hal ditentukan kualifikasi hukum tertentu dalam kontrak transaksi e-commerce, maka yang berwenang mengadili sengketa yang terjadi adalah pengadilan yang ditentukan dalam kualifikasi tersebut sesuai dengan hukum yang diberlakukan.
Selanjutnya apabila pelaku bisnis dalam transaksi e-commerce berupa badan usaha seperti Perseroan Terbatas (PT) dan perseorangan, kemudian terjadi sengketa, maka berdasarkan prinsip Siege Statutair, pengadilan yang berwenang mengadili perkaranya adalah pengadilan tempat didirikannya perusahaan.
Menurut Convention on the Coice of Court 1965, pilihan yuridiksi terbuka untuk perkara perdata atau dagang yang mempunyai sifat internasional, namun tidak berlaku bagi: (a) status kewarganegaraan orang atau hukum keluarga termasuk kewajiban atau hak-hak pribadi atau finansial antara orang tua dan atau antara suami dan isteri; (b) permasalahan alimentasi yang tidak temasuk dalam butir a; (c) warisan; (d) kepailitan; dan (e) hak-hak atas benda tidak bergerak.


  • Undang-Undang tentang E-Commerce
Beberapa pasal dalam Undang-Undang Internet dan Transaksi Elektronik (UU-ITE) yang berperan dalam e-commerce adalah sebagai berikut :
Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.

Pasal 10
Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18
Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional

Pasal 20
Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

Pasal 21
Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 22
Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 30
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Pasal 46
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Selain mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronika di atas, ada beberapa peraturan atau perundangan yang mengikat dan dapat dijadikan sebagai payung hukum dalam kegiatan bisnis e-commerce, diantaranya adalah :


  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
  • Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
  • Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
  • Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan
  • Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
  • Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
  • Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
  • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
  • Peraturan Pemerintah RI Nomor 48 Tahun 1998 Tentang Pendirian Perusahaan Perseroan dibidang Perbankan.
  • Serta undang-undang dan peraturan lainnya yang terkait dengan kejahatan e-commerce





Referensi :
http://www.pintarkomputer.org/2015/08/pengertian-e-commerce-dan-manfaatnya.html (diakses 8 April 2016)

http://veryfund.co/blog/jenis-jenis-e-commerce-dan-contohnya/ (diakes 8 April 2016)

http://dataserverku.blogspot.co.id/2012/03/jenis-jenis-e-commerce.html (diakses 8 April 2016)

http://arsdaniel.blogspot.co.id/2015/03/pengertian-dan-contoh-website-e.html (diakses 8 April 2016)

https://fairuzelsaid.wordpress.com/2010/10/25/undang-undang-internet-dan-transaksi-elektronik-uu-ite-tentang-e-commerce/ (diakses 8 April 2016)

https://abdulazismunthe.wordpress.com/2013/05/17/suatu-tinjauan-tentang-transaksi-e-commerce-menurut-hukum-perdata-internasional/ (diakses 8 April 2016)