Pengertian Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku. Penggelapan pajak (tax evasion) secara umum bersifat melawan hukum (ilegal) dan mencakup perbuatan sengaja tidak melaporkan secara lengkap dan benar obyek pajak atau perbuatan melanggar hukum (fraud) lainnya.
Penggelapan pajak terjadi sebelum SKP dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya.
Contoh kasus penggelapan pajak :
Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, omzet 10 milyar hanya dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan sebesar 5 milyar misalnya.
1. Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan biaya fiktif;
2. Transaksi export fiktif,
3. Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan
Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, omzet 10 milyar hanya dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan sebesar 5 milyar misalnya.
1. Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan biaya fiktif;
2. Transaksi export fiktif,
3. Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan
Wajib pajak kecil cenderung melakukan
penggelapan pajak (Tax Evation). Karena:
1. Tidak punya kemampuan untuk mencari celah undang-undang pajak.
2. Apabila dokter/profesional bebas menyembunyikan sebahagian pendapatannya, kecil kemungkinan diketahui oleh fiscus karena dia sendiri yang mencatat penghasilannya.
3. Penghasilan para profesional bebas sulit dilacak oleh fiscus karena biaya yang dibayar oleh pasien kepada dokter tidak mengurangi penghasilan kena pajak seseorang. Biaya tersebut dianggap sebagai konsumsi.
1. Tidak punya kemampuan untuk mencari celah undang-undang pajak.
2. Apabila dokter/profesional bebas menyembunyikan sebahagian pendapatannya, kecil kemungkinan diketahui oleh fiscus karena dia sendiri yang mencatat penghasilannya.
3. Penghasilan para profesional bebas sulit dilacak oleh fiscus karena biaya yang dibayar oleh pasien kepada dokter tidak mengurangi penghasilan kena pajak seseorang. Biaya tersebut dianggap sebagai konsumsi.
Akibat-Akibat Penggelapan Pajak
a) Dalam bidang keuangan
Pengelakan pajak merupakan pos kerugian bagi kas negara karena dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara anggaran dan konsekuensi-konsekuensi lain yang berhubungan dengan itu, seperti kenaikan tarif pajak, keadaan inflasi, dll.
a) Dalam bidang keuangan
Pengelakan pajak merupakan pos kerugian bagi kas negara karena dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara anggaran dan konsekuensi-konsekuensi lain yang berhubungan dengan itu, seperti kenaikan tarif pajak, keadaan inflasi, dll.
b) Dalam bidang ekonomi
Pengelakan pajak sangat mempengaruhi persaingan sehat diantara para pengusaha. Maksudnya, pengusaha yang melakukan pengelakan pajak dengan cara menekan biayanya secara tidak wajar. Sehingga, perusahaan yang mengelakkan pajak memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan pengusaha yang jujur. Walaupun dengan usaha dan produktifitas yang sama, si pengelak pajak mendapat keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pengusaha yang jujur. Pengelakan pajak menyebabkan stagnasi (macetnya) pertumbuhan ekonomi atau perputaran roda ekonomi. Jika mereka terbiasa melakukan pengelakan pajak, mereka tidak akan meningkatkan produktifitas mereka. Untuk memperoleh laba yang lebih besar, mereka akan melakukan pengelakan pajak. Langkanya modal karena wajib pajak berusaha menyembunyikan penghasilannya agar tidak diketahui fiscus. Sehingga mereka tidak berani menawarkan uang hasil penggelapan pajak tersebut ke pasar modal.
Pengelakan pajak sangat mempengaruhi persaingan sehat diantara para pengusaha. Maksudnya, pengusaha yang melakukan pengelakan pajak dengan cara menekan biayanya secara tidak wajar. Sehingga, perusahaan yang mengelakkan pajak memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan pengusaha yang jujur. Walaupun dengan usaha dan produktifitas yang sama, si pengelak pajak mendapat keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pengusaha yang jujur. Pengelakan pajak menyebabkan stagnasi (macetnya) pertumbuhan ekonomi atau perputaran roda ekonomi. Jika mereka terbiasa melakukan pengelakan pajak, mereka tidak akan meningkatkan produktifitas mereka. Untuk memperoleh laba yang lebih besar, mereka akan melakukan pengelakan pajak. Langkanya modal karena wajib pajak berusaha menyembunyikan penghasilannya agar tidak diketahui fiscus. Sehingga mereka tidak berani menawarkan uang hasil penggelapan pajak tersebut ke pasar modal.
c) Dalam bidang psikologi
Jika wajib pajak terbiasa melakukan penggelapan pajak, itu sama saja membiasakan untuk selalu melanggar undang-undang. Jika wajib pajak menggelapkan pajak, maka wajib pajak mendapatkan keuntungan bersih yang lebih besar. Jika perbuatannya melangggar undang-undang tidak diketahui oleh fiscus, maka dia akan senang karena tidak terkena sangsi dan menimbulkan keinginan untuk mengulangi perbuatannya itu lagi pada tahun-tahun berikutnya dan diperluas lagi tidak hanya pada pelanggaran undang-undang pajak, tetapi juga undang-undang yang lainnya.
Jika wajib pajak terbiasa melakukan penggelapan pajak, itu sama saja membiasakan untuk selalu melanggar undang-undang. Jika wajib pajak menggelapkan pajak, maka wajib pajak mendapatkan keuntungan bersih yang lebih besar. Jika perbuatannya melangggar undang-undang tidak diketahui oleh fiscus, maka dia akan senang karena tidak terkena sangsi dan menimbulkan keinginan untuk mengulangi perbuatannya itu lagi pada tahun-tahun berikutnya dan diperluas lagi tidak hanya pada pelanggaran undang-undang pajak, tetapi juga undang-undang yang lainnya.
Undang-Undang Penggelapan Pajak
Tindak pidana di bidang perpajakan termasuk kategori tindak pidana di
bidang hukum administrasi yang dikenal sederhana dan lentur dalam penegakan
hukumnya sepanjang tujuan dari hukum tersebut tercapai, yaitu Wajib Pajak
membayar pajak sesuai dengan kewajibannya. Pidana di bidang perpajakan pada
dasarnya merupakan upaya terakhir meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Kepatuhan
Wajib Pajak sendiri berkaitan dengan penerimaan pajak. Secara filosofis, pidana
perpajakan tidak ditujukan untuk pemiskinan pelakunya namun dapat berefek pada
pemiskinan pelakunya termasuk pelaku korupsi.
Secara umum, proses pidana di bidang
perpajakan berawal dari pemeriksaan bukti permulaan (bukper) yang dilakukan
oleh Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS) di Ditjen Pajak terhadap orang yang
terindikasi melakukan tindak pidana perpajakan. Pemeriksaan bukper pada
dasarnya merupakan pengembangan dan analisis informasi, data, laporan dan
pengaduan (IDLP) yang dimiliki Ditjen Pajak. Bentuk tindak pidana perpajakan
dan hukumannya diantaranya diatur dalam pasal 38, pasal 39 dan pasal 39A
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Pemeriksaan
bukper akan berlanjut pada tahap penyidikan dan penuntutan oleh Kejaksaan, lalu
disidangkan di pengadilan hingga jatuhnya vonis.
Karena pidana perpajakan bersifat
lentur maka sesuai dengan UU KUP terdapat beberapa ketentuan yang mengatur
kemungkinan Wajib Pajak yang terindikasi melakukan pidana perpajakan
menyelesaikan perkaranya sebelum tahap penuntutan sehingga tidak sampai jatuh
vonis pidana perpajakan. Tentu tujuan adanya ketentuan ini agar Wajib Pajak
membayar pajak sesuai kewajibannya, sehingga tidak diperlukan upaya terakhir
berupa sanksi pidana perpajakan. Ketentuan yang mengatur pidana perpajakan
namun tidak sampai dihukum dengan sanksi pidana perpajakan diantaranya diatur
dalam pasal 13A, pasal 8 ayat (3) dan pasal 44B UU KUP.
Penerapan pasal 38, pasal 39 dan pasal
39A UU KUP akan berujung pada putusan pengadilan berupa hukuman kurungan dan
denda pidana dalam jumlah tertentu. Proses pidana perpajakan sampai dengan
putusan pengadilan melibatkan pihak Ditjen Pajak, Kejaksaan dan Pengadilan. Denda
pidana yang dikenakan kepada pelaku juga terbilang tinggi, misalnya denda
pidana pasal 38 UU KUP berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Denda tersebut akan masuk
sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Penerapan pasal 13A, pasal 8 ayat (3)
dan pasal 44B UU KUP memberikan kemungkinan kepada pelaku pidana perpajakan
untuk melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang
beserta sanksi administrasinya dan tidak sampai divonis putusan pengadilan.
Artinya pelaku terhindar dari hukuman pidana perpajakan berupa kurungan dan
denda. Pelaku cukup melunasi kekurangan pembayaran pajak beserta sanksi administrasinya
sebelum penyidikan atau penuntutan. Proses penerapan pasal 13A dan pasal 8 ayat
(3) UU KUP terjadi di Ditjen Pajak, dan proses pasal 44B UU KUP selain
melibatkan Ditjen Pajak juga melibatkan Kejaksaan. Proses penuntutan dan
pengadilan tidak perlu dilakukan dalam penerapan pasal-pasal ini.
Pada tahun 2011, Ditjen Pajak telah
menyelesaikan 389 pemeriksaan bukti permulaan dan 49 di antaranya diusulkan
untuk ditingkatkan ke penyidikan. Modus pidana perpajakan yang sering terjadi
adalah penerbit faktur pajak bermasalah yang mengacu pada Pasal 39A UU KUP
(65%), dan disusul dengan penggelapan omzet (17%) yang mengacu pada Pasal 39 UU
KUP.
Dalam kaitan dengan memiskinkan pelaku
korupsi, Ditjen Pajak perlu menetapkan kebijakan berkaitan dengan pelaku korupsi
secara eksplisit. Misalnya dengan memasukkan usulan pemeriksaan bukper bagi
pelaku korupsi dalam kebijakan strategis Ditjen Pajak di masa depan. Dalam
penerapannya, Ditjen Pajak perlu mengupayakan penerapan pasal-pasal yang
memungkinkan penyelesaian perkara pidana perpajakan sebelum penuntutan dan
putusan pengadilan. Dengan upaya ini, Ditjen Pajak mendapatkan dua manfaat.
Pertama, efisiensi waktu dalam penyelesaian perkara, karena tidak mengulur
terlalu lama hingga keluarnya putusan pengadilan. Kedua, pelunasan utang pajak
beserta sanksinya akan masuk dan menambah penerimaan pajak.
Pemiskinan korupsi dengan menambah
beban pajak tentu perlu didukung. Namun Ditjen Pajak dengan core
business-nya, perlu menyusun upaya terbaik dalam membantu pemiskinan
pelaku korupsi. Penerapan pemeriksaan bukper secara besar-besaran kepada pelaku
korupsi dan menyelesaikannya sebelum penuntutan dan putusan pengadilan adalah
upaya terbaik yang dapat dilakukan. Tentu Ditjen Pajak perlu meningkatkan
integritas dan pengawasan aparatnya, agar prosesnya berjalan dengan seharusnya.
Dan bila pelaku korupsi yang juga pelaku pidana perpajakan sudah disidik, dan
tidak bersedia untuk membayar pajak sesuai kewajibannya, maka putusan pidana
menjadi jalan terakhir sekalipun denda yang diterima tidak masuk sebagai
penerimaan pajak
Contoh Kasus Penggelapan Pajak
Kasus
Penggelapan Pajak Oleh PT. Asian Agri Group
PT
Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup
Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes,
pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan
kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun).
Terungkapnya
dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto
(Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta
pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group
financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk
keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke
Polda Metro Jaya. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen
penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan
komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.
Pada
tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan
permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan
dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross
Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar
2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT
AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak
sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan
afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian
dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak
di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar
negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.
Pembeberan
Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan
tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut
terkait erat dengan perpajakan. Direktur
Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas
pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut
melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeledahan terhadap kantor PT
AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.
Berdasarkan
hasil penyelidikan tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan
terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh)
dan pajak pertambahan nilai (PPN). Selain itu juga "bahwa dalam tahun
pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan
transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5
triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil
penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan
pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan
SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan
terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan
negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dari
rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah
ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK,
AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus,
direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen
Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.
Terungkapnya
kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari pemberitaan
investigatif Tempo – baik koran maupun majalah – dan
pengungkapan dari Vincent. Dalam konteks pengungkapan suatu perkara, apalagi
perkara tersebut tergolong perkara kakap, mustinya dua pihak ini mendapat
perlindungan sebagai whistle blower. Kenyataannya, dua pihak
ini di-blaming. Alih-alih memberikan perlindungan, aparat penegak
hukum malah mencoba mempidanakan tindakan para whistle blower ini.
Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang – karena memang dia,
bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG.
Solusi
penyelesaian Kasus Asian Agri: Di Dalam atau Luar Pegadilan?
PT Asian Agri Group (AAG) diduga
telah melakukan penggelapan pajak (tax evasion)selama
beberapa tahun terakhir sehingga
menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah.
peraturan
perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi pidana
penjara dan denda yang cukup berat, akan tetapi nyatanya masih ada celah hukum
untuk meloloskan para penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan.
Pasal 44B UU No.28/2007 membuka peluang out of court settlement bagi
tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas
permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan. Dengan
demikian, kasus berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah
melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif
berupa denda.
Jadi,
penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk
kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat diselesaikan
di luar sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada
Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam
proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.
Tidak Hanya Urusan Pajak
Menilik
modus operandi dalam kasus ini, penggelapan pajak bukanlah satu-satunya
perbuatan pidana yang bisa didakwakan kepada Asian Agri Group. Penyidikan
terhadap Asian Agri Group juga dapat dikembangkan pada tindak pidana pencucian
uang (money laundering).Dalam hal itu,
penggelapan pajak oleh Asian Agri Group perlu dilihat sebagai kejahatan asal (predict
crime) dari tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana lazimnya, kejahatan
pencucian uang tidak berdiri sendiri dan terkait dengan kejahatan lain.
Kegiatan pencucian uang adalah cara untuk menghapuskan bukti dan menyamarkan asal-usul keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam kasus ini, penggelapan pajak dapat menjadi salah
satu mata rantai dari kejahatan pencucian uang.
Asian
Agri Group mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban
pajak yang semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri (Mauritius, Hongkong Macao, dan British Virgin
Island). Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) kelompok usaha Asian
Agri Group kepada Ditjen Pajak telah direkayasa sehingga kondisinya seolah
merugi (Lihat pernyataan Darmin Nasution, Direktur Jenderal Pajak, mengenai
rekayasa SPT itu). Modus semacam itu memang biasa dilakukan dalam kejahatan
pencucian uang, sebagaimana juga diungkapkan oleh Ketua Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Hussein mengenai profile,
karakteristik, dan pola transaksi keuangan yang tidak beres sebagai indikasi
kuat adanya money laundering (Metro TV, 8/1/2008).
kasus
Asian Agri adalah cermin sempurna bagi penegak hukum kita.Dari situ tergambar,
sebagian dari mereka tidak sungguh-sungguh menegakkan keadilan, malah berusaha
menyiasati hukum dengan segala cara. Tujuannya boleh jadi buat melindungi orang
kaya yang diduga melakukan kejahatan. Dan kalau perlu dilakukan dengan cara
mengorbankan orang yang lemah.Persepsi itu muncul setelah petugas Kepolisian
Daerah Metro Jaya bersentuhan dengan kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri,
salah satu perusahaan milik taipan superkaya, Sukanto Tanoto. Kejahatan ini
diperkirakan merugikan negara Rp 786 miliar. Polisi amat bersemangat mengusut
Vincentius Amin Sutanto, bekas pengontrol keuangan perusahaan itu, hingga akhirnya
dihukum 11 tahun penjara pada Agustus lalu. Padahal justru dialah yang
membongkar dugaan penggelapan pajak dan money laundering oleh Asian Agri.
Pemerintah mestinya berterima kasih kepada mereka.
Jika
kasus ini segera ditangani dengan tuntas, amat besar uang negara yang bisa
diselamatkan.Upaya ini juga akan mencegah pengusaha lain melakukan
penyelewengan serupa, sehingga tujuan pemerintah mendongkrak penerimaan pajak
tercapai.Tidak sewajarnya polisi mengkhianati program pemerintah. Mereka
seharusnya segera mengusut pula dugaan pencucian uang yang dilakukan Asian
Agri. Perusahaan ini diduga menyembunyikan hasil "penghematan" pajak
ke berbagai bank di luar negeri. Inilah yang mestinya diprioritaskan dibanding
membidik orang yang justru membantu membongkar dugaan penggelapan pajak.
Referensi :
https://trihastutie.wordpress.com/2009/05/20/penghindaran-atau-penggelapan-pajak/
(diakses 29 april 2016)
http://www.pajak.go.id/content/article/pidana-pajak-dan-pemiskinan-pelaku-korupsi
(diakses 29 april 2016)
http://bhangga1231.blogspot.co.id/2013/12/bab-9-contoh-kasus-dan-solusi-whistle.html
(diakses 29 april 2016)